JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap temuan baru terkait skandal dugaan korupsi kuota haji Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024.
Lembaga antirasuah itu mencatat sedikitnya 13 asosiasi dan hampir 400 biro perjalanan haji diduga ikut terlibat dalam praktik penyalahgunaan kuota yang kini sedang ditelusuri.
“Awalnya itu ada dua asosiasi. Sudah bertambah lagi ternyata. Tambah 11, dan ini informasi terus berjalan, sehingga ada 13 asosiasi,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (18/9) malam.
Temuan tersebut membuat penyidikan semakin kompleks. Asep menjelaskan bahwa perbedaan pola distribusi kuota di setiap biro perjalanan menjadi alasan mengapa KPK belum bisa mengumumkan tersangka secara cepat.
“Itu kan hampir 400 travel (biro perjalanan haji). Itu yang membuat penyidikan ini juga agak lama, dan orang menjadi tidak sabaran, ‘kenapa enggak cepat diumumkan?’ sebab kami harus betul-betul firm (tegas) dari masing-masing travel itu yang beda-beda menjual kuotanya,” katanya.
Penghitungan Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun
KPK resmi memulai penyidikan perkara ini sejak 9 Agustus 2025, usai meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dua hari sebelumnya.
Dari hasil penyelidikan awal, potensi kerugian negara ditaksir mencapai lebih dari Rp1 triliun. Lembaga antirasuah juga telah mencegah tiga pihak bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Selain KPK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI turut dilibatkan untuk menghitung secara rinci kerugian negara. Proses ini menjadi salah satu faktor utama mengapa pengumuman tersangka belum bisa dilakukan secara cepat.
DPR Temukan Kejanggalan dalam Kuota Haji 2024
Kasus ini juga bersinggungan dengan hasil temuan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI.
Pansus menyoroti pembagian kuota tambahan 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi pada musim haji 2024 yang dibagi rata, 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen lainnya diperuntukkan bagi haji reguler.
Pembagian yang menyimpang inilah yang dinilai menjadi akar masalah penyelenggaraan haji tahun lalu.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini diperkirakan masih akan terus berkembang, mengingat banyaknya pihak yang terlibat dan nilai kerugian negara yang cukup fantastis.
Publik kini menunggu langkah tegas KPK dalam menetapkan tersangka serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola ibadah haji.***




