JAKARTA – Kementerian Keuangan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menagih tunggakan pajak senilai Rp50 triliun hingga Rp60 triliun dari 200 wajib pajak besar yang telah memiliki putusan hukum tetap.
Langkah ini menjadi upaya serius memperkuat penerimaan negara di tengah tekanan ekonomi global.
Pengumuman tersebut disampaikan Purbaya pada Rabu (24/9/2025) di Jakarta, menyusul pernyataan awalnya pada Selasa (23/9/2025). Menurutnya, daftar 200 wajib pajak tersebut mencakup perusahaan dan individu kaya yang terbukti mengabaikan kewajiban fiskal mereka.
“Kami punya daftar 200 penduduk wajib pajak besar yang sudah inkrah. Kami mau kejar dan eksekusi sekitar Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun,” ujar Purbaya tegas.
Kolaborasi dengan KPK menjadi kunci utama dalam strategi ini. Lembaga antirasuah itu akan bertanggung jawab atas pengawasan dan pendampingan proses pemungutan, termasuk pajak, cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Selain KPK, Purbaya juga melibatkan institusi lain seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memastikan transparansi dan kepatuhan maksimal.
Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, langsung merespons positif terhadap inisiatif ini. Dalam keterangannya pada hari yang sama, ia menegaskan komitmen lembaganya untuk mendukung upaya pemerintah.
“KPK tentu sangat terbuka untuk melakukan sinergi dan kolaborasi terhadap pihak siapa pun dalam konteks pemberantasan korupsi,” katanya.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan peran spesifik KPK dalam menjaga integritas proses. “Dalam hal ini dengan Kementerian Keuangan, khususnya terkait dengan bagaimana kita mengoptimalkan pendapatan negara, khususnya dari penerimaan pajak,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan menyeluruh. “Pos penerimaan anggaran negara itu kan ada dari pajak, ada dari biaya cukai, juga ada dari PNPP atau penerimaan negara bukan pajak. Artinya, memang perlu dilakukan pendampingan dan pengawasan.”
Inisiatif ini bukan sekadar pengejaran tunggakan, melainkan bagian dari reformasi pajak yang lebih luas. Purbaya optimis bahwa eksekusi cepat akan mendorong kepatuhan sukarela di kalangan wajib pajak lainnya.
“Kami yakin, para wajib pajak ini akan memenuhi kewajibannya segera,” ungkapnya.
Dengan potensi pendapatan tambahan hingga Rp 60 triliun, langkah kolaboratif ini bisa menjadi booster bagi APBN 2025.
Para pakar fiskal memuji pendekatan ini sebagai contoh sinergi antarlembaga yang efektif dalam memerangi penghindaran pajak.
Pemerintah berharap, keberhasilan program ini akan menjadi preseden bagi penegakan aturan serupa di masa depan.




