JAKARTA – Indonesia kembali menunjukkan perannya di kancah diplomasi global dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengungkapkan bahwa Palestina dilibatkan secara aktif dalam pertemuan tingkat tinggi di Markas Besar PBB, New York, yang digelar pada 28 hingga 30 Juli 2025.
Forum tersebut diinisiasi oleh Prancis dan Arab Saudi, serta didukung oleh 17 negara lain, dengan fokus pada percepatan solusi dua negara.
Dalam forum itu, Indonesia mendapat mandat penting dari Palestina untuk memimpin kelompok kerja strategis mengenai isu keamanan, berkolaborasi bersama Italia.
Kehadiran dan keterlibatan langsung Palestina sejak awal, menurut Wamenlu yang akrab disapa Tata, menjadi penanda bahwa hasil akhir berupa Deklarasi New York bukanlah keputusan sepihak, melainkan buah dari proses konsultasi mendalam.
Dokumen itu sendiri memuat sekitar 30 halaman yang dirancang bersama para pihak.
“Hasil dari pertemuan ini juga dibahas, dikonsultasikan dengan Palestina. Jadi, Palestina dari awal itu terlibat dalam konsultasi yang menghasilkan outcome (hasil-red) ini yang sekitar 30 halaman,” kata Wamenlu Tata di Jakarta, Selasa (5/8/2025), Jakarta.
Wamenlu Tata menegaskan bahwa pembahasan dalam forum tersebut tidak datang secara tiba-tiba atau dipaksakan kepada pihak manapun, termasuk Palestina.
Justru, keterlibatan aktif Palestina memastikan setiap keputusan yang tertuang di dalam Deklarasi New York mencerminkan aspirasi dan kebutuhan riil mereka.
“Jadi, ini tidak terlepas, pembahasan ini tidak tiba-tiba diberikan dan kita dipaksa menerima, Palestina dipaksa menerima,” ujarnya menegaskan.
Deklarasi New York sendiri dinilai sebagai langkah penting yang dapat membuka kembali jalan menuju kemerdekaan Palestina dan mengakhiri pendudukan yang sudah berlangsung lama.
Tata menyebut dokumen ini sebagai terobosan diplomatik yang selama ini stagnan. Ia menilai bahwa hanya solusi damai yang dapat menjadi jalan keluar dari konflik panjang antara Palestina dan Israel.
Selain itu, Wamenlu RI menyampaikan harapan besar agar lebih banyak negara mengikuti langkah sejumlah negara besar seperti Prancis, Inggris, dan Kanada dalam mengakui negara Palestina secara resmi.
Pengakuan luas ini diharapkan menjadi pendorong utama bagi Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB.
“Harapan kita adalah semakin banyak negara-negara anggota PBB yang mengakui Palestina sebagai negara, ini akan memberikan peluang yang lebih besar untuk Palestina.”
“Yaitu, diterima sebagai anggota PBB ke depannya, sambil kita terus bahas negosiasi untuk two-state solution-nya,” kata Wamenlu Tata.
Dalam pandangan Wamenlu, Deklarasi New York harus dilihat secara utuh, karena memuat berbagai elemen krusial yang mendukung terbentuknya negara Palestina yang berdaulat dan stabil.
Mulai dari aspek kemanusiaan, keamanan, kepemimpinan demokratis, hingga dukungan global terhadap struktur pemerintahan yang akan dijalankan oleh Otoritas Palestina.
“Jadi ada elemen mengenai masalah kemanusiaan, keamanan, bagaimana negara kita harus mendukung suatu entitas di Palestina.”
“Suatu kepemimpinan yang berdasarkan otoritas yang demokratis, bagaimana kita bisa membantu stabilitas di Palestina nantinya apabila sudah terbentuk,” kata Wamenlu Tata memaparkan.
Secara rinci, Deklarasi New York terdiri dari 42 poin utama. Salah satu poin krusial menekankan perlunya penghentian konflik bersenjata dan pelucutan senjata oleh Hamas.
Dalam poin itu disebutkan bahwa otoritas penuh harus diserahkan kepada Pemerintah Otoritas Palestina yang sah, sebagai entitas yang akan membangun fondasi negara Palestina.***




