JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menuturkan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) tetap mencerminkan semangat reformasi dan tidak membawa kembali praktik dwifungsi ABRI yang pernah ada pada masa Orde Baru.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengungkapkan bahwa RUU TNI yang baru ini sudah cukup adil dan tidak mengubah desain politik yang telah berjalan sejak era reformasi.
“Hasil yang terakhir ini cukup fair, cukup fair, tidak terlalu banyak mengambil dari apa namanya desain politik kita yang didiamkan sejak zaman reformasi,” ujarnya.
Menepis Isu Kembalinya Dwifungsi ABRI
Mahfud MD juga menegaskan bahwa isu terkait kembalinya dwifungsi ABRI, yang sempat beredar dalam wacana revisi ini, tidak terbukti. Ia mengingatkan bahwa pada masa Orde Baru, kebijakan politik penting sering kali ditentukan oleh tiga kekuatan besar—ABRI, birokrasi, dan Golkar—yang membatasi ruang gerak partisipasi publik dalam proses demokrasi.
“Isu tentang mengembalikan dwifungsi, itu sebenarnya bukan hal besar. Dwifungsi ABRI dulu itu, di masa Orde Baru, keputusan politik penting hanya dilakukan oleh tiga elemen: ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Selain itu, publik tidak boleh ikut campur. Itu adalah masa yang sangat menekan,” jelas Mahfud dengan tegas.
Perubahan dan Penguatan Hukum Politik
Mahfud menekankan bahwa keadaan tersebut kini telah berubah total. Landasan hukum yang membatasi keterlibatan TNI dalam politik, seperti TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000, tetap dijaga. “Itu sudah tidak ada sekarang, dan landasannya adalah TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 tahun 2000. UU TNI Polri yang disahkan menegaskan bahwa Panglima dan Kapolri berada di bawah Presiden,” katanya.
Lebih lanjut, Mahfud menyampaikan bahwa meskipun ada penambahan jabatan sipil yang dapat diisi oleh anggota TNI, hal itu tetap dalam batas kewajaran dan tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI yang pernah ada. “Jadi ada penegasan bahwa jabatan yang dapat diisi TNI bertambah, tapi tidak sampai kembali ke dwifungsi ABRI,” tambah Mahfud.
Apresiasi Peran Masyarakat Sipil dalam Proses Revisi
Mahfud MD juga memberikan apresiasi tinggi terhadap peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa yang mengawal dan mengawasi jalannya revisi UU TNI ini. “Saya berterima kasih, bersyukur kepada saudara-saudara, para pegiat media, LSM, dan mahasiswa yang terus mengawal, meskipun tidak banyak diberitakan. Ini menunjukkan bahwa revisi ini benar-benar mencerminkan harapan publik,” ujarnya.
Panglima TNI Tetap di Bawah Presiden
Salah satu poin positif yang dihargai oleh Mahfud dalam revisi ini adalah penegasan bahwa Panglima TNI tetap berada di bawah Presiden, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam TAP MPR sebelumnya.
“Yang bagus adalah penegasan bahwa anggota TNI yang ingin memasuki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dini,” tambahnya,
Mahfud yakin bahwa meskipun ada perubahan, revisi UU TNI ini tidak akan mengembalikan dominasi militer dalam politik Indonesia. Revisi ini lebih bertujuan untuk mengatur dan mengelola partisipasi TNI dalam struktur pemerintahan dengan cara yang lebih terkontrol dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.