JAKARTA – Kemajuan teknologi berpotensi menimbulkan kekacauan informasi menjelang Pilkada November mendatang. Salah satu ancaman utama adalah penyebaran disinformasi melalui video deepfake yang berkualitas tinggi.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, mengungkapkan bahwa teknologi Artificial Intelligence (AI) dapat menjadi solusi untuk menghadapi masalah ini. Menurutnya, AI dapat digunakan untuk mengecek fakta, menganalisis disinformasi, serta memproduksi konten secara otomatis dan personalisasi. “AI dapat membantu dalam verifikasi dan analisis informasi yang beredar,” jelas Nezar.
Selain itu, Nezar menyarankan agar media nasional mengadopsi model bisnis multiplatform, menyajikan berita di berbagai platform, dan diversifikasi konten melalui digital subscription. Teknologi AI juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam pembuatan dan penerjemahan berita.
Pernyataan Nezar disampaikan dalam acara Konsolidasi Nasional Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Hotel Peninsula, Jakarta, pada Jumat (13/9). Acara tersebut mengangkat tema “Eksistensi TV Berita dan Kemerdekaan Pers di Era AI” dan merupakan bagian dari peringatan hari jadi IJTI yang ke-26.
Hadir dalam acara tersebut Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, Karo Penmas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, serta pemimpin redaksi dan perwakilan IJTI dari seluruh provinsi.
Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, mengatakan bahwa teknologi AI dapat memberikan manfaat sekaligus menimbulkan tantangan. “Jurnalis harus siap menghadapi ancaman yang mungkin muncul,” ujarnya.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengapresiasi tema acara dan menilai IJTI semakin adaptif terhadap perkembangan teknologi. “Tema ini menunjukkan bahwa IJTI terus berkomitmen terhadap kemerdekaan pers,” kata Ninik.
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) didirikan pada 9 Agustus 1998 dan merupakan organisasi jurnalis televisi yang lahir pada era reformasi. Kongres pertama IJTI diadakan di Hotel Peninsula, tempat Konsolidasi Nasional ke-26 berlangsung.