JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan keyakinannya bahwa program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) akan menjadi penopang utama dalam menekan laju urbanisasi dan mencegah terjadinya depopulasi desa.
Menurut Tito, kehadiran koperasi ini bisa memperkuat ekonomi perdesaan dan membuka peluang kerja langsung di tempat asal warga.
Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui kanal YouTube resmi Kemendagri pada Selasa (20/5/2025), Tito menekankan urgensi proyek tersebut sebagai bagian dari strategi nasional jangka panjang untuk mencegah eksodus penduduk desa ke kota.
“Penting dan strategis untuk masa depan bangsa Indonesia. Untuk mencegah Urbanisasi,” ujarnya menegaskan.
Ia menyoroti fenomena yang terjadi di Jepang sebagai peringatan bagi Indonesia. Negeri Sakura, jelasnya, telah mengalami tingkat urbanisasi ekstrem hingga mencapai 93,2 persen dari populasi.
Hal ini membuat banyak kawasan desa di Jepang terbengkalai dan ditinggalkan, bahkan properti rumah dijual dengan harga sangat murah karena tidak ada lagi komunitas yang tinggal.
Desa Kosong Jadi Ancaman Nyata Jika Tak Diantisipasi
Menurut Tito, ketimpangan pembangunan antara desa dan kota bisa menimbulkan konsekuensi jangka panjang.
Ia mencontohkan kondisi di Jepang, di mana sejumlah desa kini kosong melompong dan rumah-rumah dijual hanya seharga 500 dolar AS atau setara kurang dari Rp10 juta.
“Harganya sampai sudah ada yang 500 dollar Amerika Serikat. Gak sampai Rp10 juta rumah seperti ini, tapi yaa gak ada tetangga,” tambahnya.
Untuk mencegah hal serupa terjadi di Indonesia, pemerintah akan merilis program Kopdes Merah Putih secara resmi pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Koperasi Nasional.
Adapun target besarnya, sebanyak 80.000 unit koperasi desa ditargetkan akan beroperasi aktif secara nasional pada 28 Oktober 2025, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.
Kopdes Merah Putih diharapkan menjadi episentrum ekonomi baru di desa, memperkuat gotong royong dan menghidupkan kembali sektor produktif lokal yang selama ini terabaikan oleh sentralisasi pembangunan.***