JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan pentingnya penegakan hukum terhadap aksi demonstrasi dengan tetap mengedepankan prinsip hak asasi manusia.
Dalam pernyataannya, Pigai meminta aparat kepolisian menghindari penggunaan kekuatan berlebihan saat menangani massa unjuk rasa, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan tindakan tegas namun sesuai hukum.
“Meminta aparat agar langkah-langkah penanganan aksi demonstrasi dilaksanakan dengan tetap berpegang pada prinsip dan standar hak asasi manusia, dengan menghindari penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force),” ujar Pigai, seperti dikutip pada Selasa (2/9/2025).
Pernyataan ini merespons instruksi Presiden Prabowo yang meminta aparat menindak tegas pengunjuk rasa yang mengganggu ketertiban umum.
Pigai menegaskan bahwa tindakan tegas tersebut harus tetap berlandaskan peraturan perundang-undangan dan standar HAM internasional, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
“Negara menghormati secara penuh kebebasan berpendapat dan aspirasi masyarakat sebagaimana dijamin dalam Pasal 19 ICCPR, serta hak untuk berkumpul secara damai sesuai Pasal 21 ICCPR,” kata Pigai.
Ia juga mengajak masyarakat menyampaikan aspirasi secara damai tanpa melanggar hukum, guna menjaga ketertiban dan keamanan publik.
Untuk memastikan perlindungan HAM, Kementerian HAM telah membentuk tim pemantauan khusus. Tim ini fokus pada penanganan korban meninggal, luka-luka, serta mereka yang ditahan selama aksi demonstrasi.
“Khusus korban ditahan, KemenHAM akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak kepolisian agar penanganannya sesuai prinsip dan standar Hak Asasi Manusia,” tegas Pigai.
Kementerian HAM juga membuka layanan pengaduan masyarakat melalui call center 150145, yang beroperasi setiap hari dari pukul 08.00 hingga 21.00 WIB.
Layanan ini diharapkan menjadi saluran bagi masyarakat untuk melaporkan dinamika terkait aksi unjuk rasa, sekaligus memastikan transparansi penanganan kasus.
Kontroversi penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat belakangan ini mencuat, terutama pasca-insiden tragis pelindasan pengemudi ojek online oleh kendaraan taktis Brimob.
Komnas HAM menyebut insiden tersebut sebagai indikasi dugaan pelanggaran HAM, memperkuat urgensi pesan Pigai agar aparat bertindak lebih humanis dan profesional.
Pigai juga menyinggung pentingnya dialog konstruktif antara pemerintah dan masyarakat. Ia mengimbau semua pihak menahan diri dari tindakan provokatif yang dapat memicu konflik, seperti propaganda kebencian atau kekerasan, sebagaimana dilarang dalam Pasal 20 ICCPR.
Dengan meningkatnya gelombang demonstrasi di berbagai daerah, pernyataan Pigai menjadi pengingat bahwa kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan tanggung jawab menjaga stabilitas nasional.
Masyarakat dan aparat diminta bersinergi demi menciptakan situasi yang kondusif, sejalan dengan visi pemerintahan saat ini untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.




