MATARAM – Kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nurhadi di sebuah vila mewah di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat (NTB), terus menjadi sorotan publik. Selain dua perwira polisi, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra, seorang wanita muda bernama Misri Puspita Sari ikut terseret sebagai tersangka.
Latar Belakang Kasus yang Mengguncang NTB
Pada 16 April 2025, Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Bidang Propam Polda NTB, ditemukan tewas di kolam vila di Gili Trawangan. Awalnya, kematian Nurhadi diduga akibat tenggelam.
Namun, penyelidikan Polda NTB mengungkap fakta mencengangkan: korban tewas akibat penganiayaan. Hasil autopsi menunjukkan luka-luka di tubuh korban, termasuk patah tulang lidah yang mengindikasikan kemungkinan pencekikan.
Penyidik menetapkan tiga tersangka: Kompol I Made Yogi Purusa Utama, mantan Kasubbid Paminal Propam Polda NTB, Ipda Haris Chandra, serta Misri Puspita Sari, seorang wanita berusia 23 tahun asal Jambi. Kedua perwira polisi tersebut telah dipecat dari kepolisian melalui Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena melanggar kode etik profesi.
Siapa Misri Puspita Sari?
Misri Puspita Sari, yang akan berusia 24 tahun pada November 2025, berasal dari keluarga sederhana. Sebagai anak yatim, ia menjadi tulang punggung keluarga, menghidupi ibu dan lima saudaranya. Meski hanya lulusan SMA, Misri dikenal sebagai siswi berprestasi di masa sekolah. Namun, kehidupan membawanya ke dunia yang penuh tekanan ekonomi, hingga akhirnya ia terseret dalam kasus ini.
Menurut pengacara Misri, Yan Mangandar Putra, kliennya dihubungi Kompol Yogi melalui Instagram pada 2024. Komunikasi berlanjut hingga 15 April 2025, sehari sebelum kejadian, ketika Yogi mengajak Misri ke Lombok untuk “berlibur” di Gili Trawangan. Dengan imbalan Rp10 juta untuk satu malam serta biaya akomodasi dan transportasi ditanggung, Misri menyanggupi ajakan tersebut.
“Tanggal 15 itu Yogi mengontak Misri, membujuk ‘Ayo ke Lombok, temani saya liburan di sini sama di Gili Trawangan’,” ujar Yan.
Kronologi Malam Kelam di Vila
Pada 16 April 2025, Misri tiba di Lombok dan dijemput oleh Brigadir Nurhadi, yang berperan sebagai sopir Yogi. Di vila, sudah ada Ipda Haris Chandra dan seorang wanita lain bernama Melanie Putri, yang menemani Haris. Suasana berubah menjadi pesta dengan konsumsi obat-obatan terlarang seperti Riklona dan Inex, serta minuman keras.
Situasi memanas ketika Nurhadi mencoba merayu Melanie Putri. Misri menegur tindakan tersebut dengan berkata, “Jangan begitu, itu cewek abangmu.” Tak lama kemudian, Haris dan Melanie kembali ke kamar hotel terpisah, sementara Yogi beristirahat di kamar.
Misri, yang berada di bawah pengaruh obat, merekam video berdurasi 7 detik pada pukul 19.55 WITA, menunjukkan Nurhadi masih hidup dan berendam di kolam. Video ini menjadi bukti kunci dalam penyelidikan.
Namun, setelah pukul 20.00 WITA, ingatan Misri menjadi kabur. Ia hanya mengingat masuk ke kamar mandi selama lebih dari 20 menit. Dalam rentang waktu tersebut, diduga penganiayaan terhadap Nurhadi terjadi, yang berujung pada kematiannya.
Tekanan Psikologis dan Klaim Kerasukan
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025, Misri mengalami tekanan psikologis berat. Pengacaranya mengungkapkan bahwa kliennya kerap stres, bahkan mengaku “kerasukan” arwah Brigadir Nurhadi.
“Sejak ditetapkan tersangka 17 Juni, Misri kerap stres, bahkan kerasukan arwah Nurhadi. Arwah itu menyebut siapa pelaku dan cara dia dibunuh,” ungkap Yan.
Dalam sesi hipnoterapi, Misri menggambarkan sosok “raksasa tanpa wajah” yang melarangnya berbicara tentang kejadian malam itu. Yan menduga tekanan ini tidak hanya berasal dari ketakutan terhadap Yogi, tetapi juga dari jaringan yang lebih besar yang mungkin terkait dengan dunia prostitusi.
Kontroversi Penahanan
Kasus ini menuai kejanggalan karena hanya Misri yang ditahan, sementara Yogi dan Haris, yang merupakan atasan Nurhadi, belum ditahan meski berstatus tersangka.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, beralasan bahwa penahanan Misri dilakukan karena ia berdomisili di luar NTB, sehingga dikhawatirkan tidak memenuhi panggilan penyidik.
“Jadi kita tahan inisial M untuk memudahkan mengambil keterangan kalau ada petunjuk dari jaksa,” kata Syarif, Jumat (4/7/2025).
Namun, keputusan ini menuai kritik. Yan Mangandar Putra mempertanyakan mengapa dua perwira polisi yang diduga pelaku utama tidak ditahan, padahal mereka berpotensi memengaruhi saksi atau menghilangkan barang bukti.
Misteri yang Belum Terpecahkan
Peran pasti Misri dalam kasus ini masih diselidiki. Penyidik telah memeriksa 18 saksi fakta dan lima saksi ahli, termasuk ahli forensik dan poligraf. Bukti-bukti seperti rekaman CCTV dan barang bukti yang disita menjadi dasar penetapan tersangka, meski Yogi dan Haris belum mengakui perbuatan mereka.
“Penyidik tidak mengejar pengakuan para tersangka akan tetapi lebih ke pemenuhan unsur terkait alat bukti terhadap pemenuhan persangkaan pasal yang diterapkan,” ujar Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Mohammad Kholid




