Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan pemberian hak atas tanah hingga 190 tahun di Ibu Kota Nusantara pada Kamis (13/11/2025), memutuskan bahwa konsesi harus mengikuti mekanisme evaluasi berkala sesuai batasan nasional. Putusan ini mengubah kebijakan era Presiden Joko Widodo yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Putusan MK Ubah Skema Konsesi Tanah
Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan perkara nomor 185/PUU-XXII/2024 yang menyatakan Pasal 16A UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sesuai tahapan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak. Permohonan diajukan warga Suku Dayak Stephanus Febyan Babaro bersama Ronggo Warsito yang mempersoalkan potensi penyalahartian pengaturan hak atas tanah di wilayah IKN.
Dengan putusan ini, Hak Guna Usaha kini diberikan maksimal 35 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui 35 tahun—total 95 tahun, bukan 190 tahun seperti aturan sebelumnya. Sementara HGB dan Hak Pakai masing-masing diberikan 30 tahun, diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun dengan total maksimal 80 tahun.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan ketentuan dua siklus dalam UU IKN menimbulkan ambiguitas dan melemahkan posisi negara dalam penguasaan tanah sebagaimana diatur Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. “Sehingga hal demikian menimbulkan norma yang ambigu dan berpeluang disalahartikan,” ujarnya.
Pemerintah Sambut Positif Keputusan MK
Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid menyambut baik putusan MK dan menegaskan bahwa keputusan tersebut justru memperkuat posisi negara sekaligus memberikan kepastian hukum bagi investasi. “Kami menghormati dan siap melaksanakan sepenuhnya putusan MK. Ini adalah landasan penting untuk memperkuat kepastian hukum, transparansi, dan tata kelola pertanahan yang lebih baik dalam pembangunan IKN,” kata Nusron pada Sabtu (15/11/2025).
Nusron menilai putusan MK konsisten dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pembangunan IKN yang adil, transparan, dan tetap berlandaskan konstitusi. “Putusan MK tidak menghambat investasi. Yang dikoreksi adalah durasi hak, bukan kepastian berusaha. Semua proses yang sudah berjalan dapat dilanjutkan dengan penyesuaian,” ujarnya.
Kebijakan pemberian konsesi tanah hingga 190 tahun sempat menuai kritik keras sejak ditetapkan pemerintahan Jokowi. Anggota Komisi II DPR dari PKS Mardani Ali Sera pernah mengkritik kebijakan tersebut sebagai bentuk pengabaian kepentingan masyarakat adat dan petani. Konsorsium Pembaruan Agraria juga menilai aturan itu sarat pelanggaran dan berpotensi menyuburkan praktik korupsi serta mafia tanah.




