JAKARTA – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna mempertanyakan langkah Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi yang langsung melaporkan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri atas dugaan penggunaan ijazah doktor palsu.
Menurut Palguna, pelapor seharusnya mengklarifikasi terlebih dahulu ke DPR RI selaku lembaga yang mengusulkan dan melakukan uji kelayakan Arsul Sani.
“Saya, dan kami di MKMK, merasa agak ganjil mengapa tiba-tiba ke Bareskrim? Pak Arsul itu hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR. Maka, kalau terdapat dugaan penggunaan ijazah palsu, secara tidak langsung berarti para pelapor meragukan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh DPR. Begitu bukan?” kata Palguna.
Palguna menegaskan, proses seleksi hakim konstitusi telah diatur dalam Pasal 20 UU Mahkamah Konstitusi yang menekankan prinsip objektif, transparan, dan akuntabel, dengan mekanisme pemilihan diserahkan kepada lembaga pengusul masing-masing.
“Karena itu, logisnya, tanya ke DPR dulu dong. Ingat, Pasal 20 UU MK menyatakan, hakim konstitusi dipilih secara objektif, transparan, dan akuntabel dan mekanisme pemilihannya diserahkan kepada masing-masing lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mencalonkan hakim konstitusi (DPR, Presiden, MA),” ujar Palguna.
Lebih lanjut, Palguna menyatakan MKMK telah mendalami isu ini selama hampir sebulan sejak muncul ke publik. Namun, proses tersebut belum dapat diungkap karena bersifat tertutup dan untuk melindungi hakim terkait dari pengadilan publik atas tuduhan yang belum terbukti.
“Dalam kaitan dengan MKMK, sejak isu ini muncul kurang lebih sebulan yang lalu, kami di MKMK sudah mendalaminya. Sebab, tugas MKMK bukan hanya menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim, tetapi juga menjaga martabat dan kehormatan hakim konstitusi,” katanya.
“Perihal sudah sampai di mana kami bekerja, mohon maaf, hal itu belum dapat kami sebutkan saat ini. Selain karena memang (menurut PMK) hal itu mesti dikerjakan secara tertutup, juga agar hakim konstitusi yang bersangkutan tidak ‘diadili’ oleh soal atau isu yang belum jelas,” tambahnya.
Sebelumnya pada Jumat, 14 November 2025, Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi resmi melaporkan Arsul Sani ke Bareskrim Polri.
“Kami dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi hari ini mendatangi Bareskrim Mabes Polri dalam rangka untuk melaporkan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi berinisial AS yang diduga memiliki atau menggunakan ijazah palsu,” kata Koordinator Aliansi, Betran Sulani, di depan gedung Bareskrim, Jakarta Selatan.
Sementara itu, Arsul Sani memilih tidak menanggapi polemik dan menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK.
“Sebagai hakim saya terikat kode etik untuk tidak berpolemik. Kan soal ini juga ditangani MKMK,” tuturnya singkat saat dikonfirmasi terpisah.
Kasus dugaan ijazah palsu Arsul Sani kini menjadi sorotan publik karena menyangkut integritas lembaga peradilan tertinggi bidang konstitusi di Indonesia. Hingga berita ini diturunkan, baik Bareskrim maupun MKMK belum memberikan keterangan resmi terkait status laporan dan pemeriksaan.