JAKARTA – Pemerintah menetapkan kebijakan baru untuk pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram bersubsidi. Mulai 2026, masyarakat diwajibkan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) saat membeli gas melon.
Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin malam (25/8/2025).
“Tahun depan iya (Beli LPG pake NIK),” ungkap Bahlil kepada awak media usai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta.
Kebijakan ini bukan yang pertama kalinya diterapkan. Pada awal 2025, pemerintah sempat memberlakukan aturan serupa, di mana pembelian LPG 3 kg hanya boleh dilakukan di pangkalan resmi dengan menunjukkan KTP.
Namun, aturan tersebut menuai polemik karena menyebabkan antrean panjang dan kelangkaan stok di beberapa daerah. Bahlil bahkan meminta maaf setelah seorang ibu meninggal saat mengantre gas LPG 3 kg.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Bahlil mengungkapkan bahwa pemerintah telah merevisi kebijakan distribusi. Sejak 4 Februari 2025, pengecer kembali diizinkan menjual LPG 3 kg sebagai sub-pangkalan resmi tanpa biaya tambahan, dengan syarat tetap mencatat NIK pembeli.
“Harus, karena kalau tidak pakai KTP gimana kita bisa tahu,” tegas Bahlil saat meninjau agen LPG di Palmerah, Jakarta, pada 4 Februari 2025.
Fokus pada Penyaluran Tepat Sasaran
Bahlil menegaskan bahwa LPG 3 kg bersubsidi hanya ditujukan untuk masyarakat miskin. Ia juga mengungkapkan rencana pembatasan kuota agar subsidi tidak dinikmati kelas menengah atas.
“LPG bersubsidi hanya untuk orang miskin,” katanya.
Langkah ini bertujuan memastikan subsidi senilai Rp30,4 triliun per tahun tepat sasaran, setelah ditemukan markup harga hingga Rp8.000 per tabung di pasaran.
Selain itu, pemerintah tengah mempertimbangkan kebijakan satu harga untuk LPG 3 kg mulai 2026.
“Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan aja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” ujar Bahlil dalam keterangan resmi pada 3 Juli 2025.
Upaya Kurangi Ketergantungan LPG
Di sisi lain, Bahlil juga mendorong penggunaan jaringan gas bumi (jargas) sebagai alternatif yang lebih hemat hingga 40% dibandingkan LPG.
Proyek jargas ditargetkan menjangkau 5,5 juta sambungan rumah tangga pada 2030, yang dapat mengurangi impor LPG hingga 550 kilotons per tahun dan menghemat subsidi hingga Rp5,6 triliun.
Kebijakan pembelian LPG 3 kg dengan NIK ini diharapkan rampung pada kuartal pertama 2026. Bahlil menegaskan komitmennya untuk meluruskan penyaluran subsidi agar hak masyarakat miskin terjamin.
Meski demikian, tantangan seperti potensi antrean dan kelangkaan stok masih perlu diantisipasi agar kebijakan ini berjalan lancar.