BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (Kang Demul) menanggapi kritikan pedas dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait program kontroversialnya dalam mendidik anak-anak bermasalah di barak militer. Dengan gaya khasnya yang tegas, Dedi tak hanya membela program tersebut, tetapi juga melontarkan tantangan menohok kepada KPAI.
“KPAI mengambil berapa?” ujarnya, meminta lembaga tersebut untuk turun tangan langsung menangani anak-anak nakal jika merasa kebijakannya salah.
Program Barak Militer: Solusi atau Kontroversi?
Program Pendidikan Karakter Pancawaluya Jawa Barat Istimewa, yang mengirim remaja bermasalah ke barak militer untuk pembinaan disiplin, menuai pro dan kontra.
Menurut Dedi, inisiatif ini terbukti berhasil. Ia mengklaim ratusan remaja telah menunjukkan perubahan positif setelah menjalani pelatihan.
“Kan bisa dilihat bagaimana keadaan anak itu, disiplinnya, kemudian rasa empatinya bahkan dia menangis di depan ibunya mencium kakinya. Kan belum tentu itu didapatkan pendidikan itu di sekolah,” ungkap Dedi, menegaskan dampak emosional dan karakter yang dihasilkan.
Namun, KPAI menilai program ini berpotensi melanggar hak anak. Laporan mereka menyebutkan adanya ancaman psikologis, seperti tidak naik kelas bagi siswa yang menolak ikut pelatihan, serta kurangnya asesmen psikolog sebelum pengiriman ke barak.
KPAI juga menemukan fasilitas seperti tempat tidur berbahan kain (velbed) yang dianggap kurang layak untuk pelajar SMP.
Dedi Mulyadi: KPAI Harus Beraksi, Bukan Hanya Kritik
Mantan Bupati Purwakarta ini tak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa permasalahan kenakalan remaja tidak akan terselesaikan jika KPAI hanya fokus mengkritik tanpa memberikan solusi konkret.
“Kalau KPAI sibuk terus ngurusin persoalan tempat tidur dan sejenisnya, tidak akan bisa menyelesaikan problem,” tegasnya.Dedi bahkan mengungkap kasus-kasus berat seperti pelecehan seksual terhadap anak di Jawa Barat, mendesak KPAI untuk lebih proaktif menangani isu tersebut.
Lebih lanjut, Dedi mengumumkan bahwa program barak militer akan terus berlanjut, dengan rencana melibatkan lebih banyak remaja bermasalah. “Bila program ini sudah terkoneksi dengan kabupaten/kota, jumlah anak yang akan dikirim ke barak mencapai ribuan,” katanya, menunjukkan keyakinannya pada pendekatan ini.
Respon Publik dan Dukungan dari Tokoh Lain
Program ini juga mendapat dukungan dari beberapa pihak. Menteri HAM Natalius Pigai, misalnya, menyebut inisiatif Dedi bukan pelanggaran HAM, melainkan upaya membentuk karakter, mental, dan disiplin remaja.
Namun, kritik juga datang dari berbagai kalangan, termasuk aktor dan anggota DPR Verrell Bramasta, yang mempertanyakan pendekatan militer untuk anak-anak.
Sementara itu, Kak Seto dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) memberikan pandangan lebih netral.
Ia mengapresiasi keterbukaan Pemprov Jabar terhadap masukan, namun menekankan perlunya evaluasi menyeluruh untuk memastikan program ini sesuai dengan prinsip perlindungan anak.
Apa Selanjutnya untuk Program Barak Militer?
Dengan 273 siswa dijadwalkan lulus dari pembinaan militer pada 20 Mei 2025, Dedi Mulyadi tetap optimistis.
Ia mengajak KPAI untuk melihat langsung hasilnya dan bahkan menantang mereka untuk mengambil alih pendidikan anak-anak bermasalah jika punya cara yang lebih baik.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan akan mengawal kebijakan ini agar tetap memenuhi hak dan perlindungan anak.





