JAKARTA – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR RI hari ini mendapat sambutan hangat dari sejumlah tokoh penting.
Di tengah gelombang kritik, para figur berpengaruh ini menilai revisi UU TNI sebagai langkah strategis untuk memperkuat pertahanan nasional dan kesejahteraan prajurit, sekaligus menjaga supremasi sipil dalam bingkai demokrasi.
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, yang juga memimpin Panitia Kerja (Panja) RUU TNI, menyatakan optimisme bahwa regulasi baru ini akan membawa dampak besar bagi bangsa.
“Pengesahan UU ini diharapkan memberi manfaat nyata, baik untuk profesionalisme TNI maupun kesejahteraan prajurit,” ujar Utut usai rapat paripurna, Kamis (20/03/2025).
Ia menegaskan, revisi ini tidak hanya soal perluasan peran, tetapi juga penguatan industri pertahanan dalam negeri dan modernisasi alutsista.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin turut menyuarakan dukungan serupa. Dalam pernyataannya di rapat Komisi I pada 13 Maret lalu, ia menyebut revisi ini sebagai respons terhadap dinamika global yang kian kompleks.
“Ancaman seperti perang siber dan hibrida menuntut TNI memiliki landasan hukum yang adaptif, tanpa melanggar prinsip demokrasi,” tegas Sjafrie, sebagaimana dilansir eMedia DPR RI.
Ia menambahkan, perubahan ini memperjelas batasan tugas TNI di ranah nonmiliter, menjawab kebutuhan zaman tanpa mengembalikan dwifungsi era Orde Baru.
Perkuat Profesionalisme TNI
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga tak ketinggalan memberikan pandangan positif.
“Kami berkomitmen menjaga keseimbangan antara peran militer dan supremasi sipil. Revisi ini justru memperkuat profesionalisme TNI,” ungkapnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR pada 13 Maret.
Agus menegaskan, penempatan prajurit aktif di jabatan sipil yang kini diperluas menjadi 16 institusi tetap berada dalam koridor hukum yang ketat.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menilai polemik seputar revisi ini tak perlu dibesar-besarkan.
“Penempatan prajurit di jabatan sipil bukan hal baru dan sudah diatur dengan jelas. Ini soal mendukung negara, bukan ambisi politik,” katanya.
Maruli bahkan menyebut kritik berlebihan justru kontraproduktif bagi upaya membangun TNI yang lebih responsif.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menambahkan, proses pengesahan RUU TNI telah melibatkan partisipasi publik secara maksimal.
“Kami sudah membuka dialog dengan mahasiswa, NGO, hingga Koalisi Masyarakat Sipil. Ini dinamika demokrasi yang sehat,” ujar Dasco.
Ia membantah tudingan bahwa pembahasan dilakukan secara tertutup, menegaskan bahwa revisi hanya menyentuh tiga pasal krusial: kedudukan TNI, usia pensiun, dan penempatan prajurit.
Dari kalangan akademisi, Teuku Rezasyah, pakar dari Indonesia Centre for Democracy Diplomacy and Defence, yang diundang dalam rapat dengar pendapat Komisi I pada 3 Maret, menyebut revisi ini sebagai langkah maju.
“RUU TNI menyesuaikan diri dengan tantangan geopolitik modern. Ini bukan tentang militerisme, tapi tentang sinergi keamanan nasional,” katanya, dikutip dari Gesuri.id.
Pengesahan UU TNI ini memang tak luput dari pro dan kontra. Namun, bagi para tokoh ini, regulasi baru tersebut menjadi fondasi penting untuk menjawab tantangan keamanan masa depan, sembari memastikan TNI tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara.
Di tengah sorotan publik, langkah ini diyakini akan membuktikan nilai strategisnya dalam waktu dekat.***