JATIM – Tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menghadapi kendala serius dalam proses identifikasi jenazah.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur menyatakan, minimnya dokumen identitas dan kondisi jenazah yang mulai membusuk memaksa pihak berwenang mengandalkan pemeriksaan DNA, yang diperkirakan memakan waktu hingga tiga minggu.
Kondisi ini membuat proses pemulangan jenazah semakin rumit, di tengah kesedihan warga yang menanti kepastian. Menurut data awal, kejadian ambruk ponpes tersebut menewaskan sejumlah santri muda, yang mayoritas berusia di bawah 17 tahun dan belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Fakta ini menjadi salah satu hambatan utama dalam verifikasi identitas korban.
Dalam konferensi pers di Mapolresta Sidoarjo, Sabtu (4/10/2025), Kaurkes Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim, Kompol Naf’an, menjelaskan bahwa tim DVI telah mengumpulkan data antemortem dari 57 orang tua korban. Namun, pencocokan dengan data postmortem masih belum membuahkan hasil optimal.
“Tingkat kesulitannya adalah di antaranya rata-rata belum ber-KTP, sehingga kalau sebagai pembandingnya korban, adalah kita berusaha meminta apakah itu raport atau ijazah yang dipunyai yang ada cap jempol atau sidik jarinya dari 3 jari,” kata Naf’an.
Proses identifikasi primer, yang meliputi pemeriksaan sidik jari dan sampel gigi, terhambat oleh kualitas data pembanding. Naf’an menambahkan bahwa upaya mengambil sidik jari dari rapor atau ijazah sering gagal karena ketebalan tinta.
“Beberapa yang kami terima itu karena tintanya terlalu tebal, tidak bisa (diidentifikasi) dengan jelas. Dirumus oleh tim inafis juga kesulitan,” katanya.
Belum lagi, kondisi jenazah yang sudah mulai membusuk semakin menyulitkan pengambilan sampel sidik jari secara langsung. Akibatnya, tim beralih ke metode sekunder berbasis DNA. Hingga kini, sampel DNA dari 9 jenazah korban telah diambil di RS Bhayangkara Surabaya dan langsung dikirim ke Pusat Laboratorium DNA Pusdokkes Polri di Cipinang, Jakarta Timur. Sampel DNA pendamping dari orang tua korban pun diterbangkan pagi ini untuk diperiksa.
“Sudah kami lakukan pengambilan sampel DNA 9 jenazah di RS Bhayangkara Surabaya dan sampel DNA pendamping orang tua, pagi ini sudah diterbangkan ke Jakarta,” ujar Naf’an.
Proses pemeriksaan DNA ini bukan tanpa kendala waktu. Naf’an memperingatkan bahwa hasilnya baru bisa diketahui dalam rentang dua hingga tiga minggu, tergantung tingkat kerumitan kasus dan antrean pemeriksaan dari korban bencana lain di seluruh Indonesia.
“Jika dari keduanya tidak ditemukan kecocokan, maka dilakukan pengambilan sampel DNA dan itu sudah kami lakukan,” kata dia. “Tergantung juga apakah ada korban lain yang diperiksa, karena Pusdokes lain di seluruh Indonesia hanya ada satu lab DNA yaitu di Cipinang,” imbuhnya.
Tim DVI Polda Jatim terus berkoordinasi dengan pihak keluarga dan otoritas setempat untuk mempercepat proses. Sementara itu, penyelidikan penyebab ambruknya ponpes masih berlangsung, dengan dugaan faktor struktural menjadi sorotan utama. Keluarga korban diimbau tetap sabar dan melaporkan data tambahan seperti foto atau rekam medis untuk mendukung identifikasi.
Tragedi Ponpes Al-Khoziny ini menjadi pengingat akan pentingnya persiapan dokumen identitas dini bagi anak muda, terutama di lingkungan pesantren. Pemerintah daerah Sidoarjo juga berjanji memberikan bantuan pemakaman dan dukungan psikologis bagi yang terdampak.