Presiden Prabowo Subianto memerintahkan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) menyusul berbagai persoalan dalam pengelolaan izin usaha pemanfaatan hutan perusahaan tersebut. Instruksi itu disampaikan langsung kepada Kementerian Kehutanan dan diumumkan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12), jelang Sidang Kabinet Paripurna.
Raja Juli menyebut audit dilakukan secara total dan komprehensif, merespons sorotan publik terhadap aktivitas PT Toba Pulp Lestari yang dikaitkan dengan banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah wilayah Sumatra pada akhir November lalu. Untuk memastikan objektivitas pemeriksaan, Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki ditugaskan secara khusus memimpin proses audit dan evaluasi tersebut.
“Hasil audit inilah yang akan menjadi dasar keputusan pemerintah. Apakah perizinannya dicabut atau dilakukan rasionalisasi terhadap PBPH yang mereka kuasai dalam beberapa tahun terakhir, akan kami sampaikan secara terbuka kepada publik,” ujar Raja Juli.
Pemerintah, kata dia, tidak menutup kemungkinan mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT Toba Pulp Lestari apabila ditemukan pelanggaran serius dalam tata kelola kawasan hutan. Opsi penataan ulang wilayah konsesi juga disiapkan sebagai bagian dari langkah korektif jangka panjang.
Seiring proses audit berjalan, PT Toba Pulp Lestari telah menghentikan sementara seluruh kegiatan operasional pabrik, penebangan, dan pengangkutan kayu sejak Kamis (11/12). Penghentian ini dilakukan setelah perusahaan menerima surat penangguhan dari Kementerian Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatra Utara.
Penangguhan tersebut merujuk pada surat Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari tertanggal 8 Desember 2025 yang membatasi sementara akses penatausahaan hasil hutan di wilayah PBPH PT Toba Pulp Lestari di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Langkah terhadap PT Toba Pulp Lestari merupakan bagian dari penertiban kawasan hutan secara nasional. Raja Juli mengungkapkan, Kementerian Kehutanan telah mencabut 22 PBPH dengan total luas mencapai 1.012.016 hektare, termasuk 116.198 hektare di Sumatra. Selain itu, pemerintah juga menindak 11 entitas usaha—terdiri dari empat korporasi dan tujuh pemegang hak atas tanah—yang diduga melanggar tata kelola kehutanan dan berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di Sumatra Utara.