JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) meminta semua pihak bersabar terkait vonis terhadap Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada periode 2015–2022.
“Jadi, mohon bersabar karena perkara itu diajukan banding oleh jaksa sehingga kami tunggu karena dengan diajukan banding maka putusan pengadilan menjadi belum inkrah, belum berkekuatan hukum tetap,” kata Juru Bicara MA, Yanto, di Gedung MA, Jakarta, Kamis (02/01).
Yanto menjelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, vonis pidana korupsi tidak mencantumkan hukuman hingga 50 tahun penjara.
“Kalau masalah hukuman yang 50 tahun, hukum positif kita kan mengenalnya minimal setahun, terus maksimalnya bisa penjara seumur hidup. Kemudian kalau Pasal 2 ayat (1) (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, red) kan empat tahun, bisa 20 tahun. Atau seumur hidup dan dalam keadaan tertentu kan bisa hukuman mati,” paparnya.
Ia menambahkan, hukuman mati dalam kasus korupsi dapat diterapkan dalam keadaan tertentu, seperti saat terjadi bencana alam, krisis moneter, atau perang.
“Jadi, kita tunggu saja putusan banding seperti apa,” ujarnya.
Putusan hakim terkait kasus Harvey Moeis memang ramai mengundang kritik dari berbagai pihak karena terkesan terlalu ringan.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, di Jakarta, Senin (30/12), juga turut mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.
“Kalau sudah jelas-jelas melanggar, mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur, terutama hakim-hakim, vonisnya jangan ringanlah,” tegas Presiden.
Presiden menekankan pentingnya hukuman berat bagi koruptor yang menyebabkan kerugian besar.
“Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira,” tambahnya.





