Jakarta – Pasca restrukturisasi organisasi dengan pembentukan Holding dan Subholding, kinerja PT Pertamina (Persero) sepanjang tahun 2023 menunjukkan peningkatan signifikan. Meskipun menghadapi tantangan global seperti penurunan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar, Pertamina berhasil mengatasinya melalui pengelolaan operasional yang lebih efisien dan optimalisasi manajemen keuangan.
“Sejak restrukturisasi, kinerja operasional seluruh lini bisnis, baik holding maupun subholding, semakin solid dan andal. Pertumbuhan operasional diikuti oleh peningkatan capaian keuangan berkat efisiensi, optimalisasi biaya, manajemen liabilitas, serta komitmen penyelesaian piutang pemerintah kepada Pertamina,” ujar Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin 10 Juni 2024.
Di sektor hulu, produksi minyak dan gas (migas) meningkat 8% dari 967 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) pada 2022 menjadi 1.044 MBOEPD pada 2023. Produksi ini dialokasikan untuk kebutuhan energi nasional, dengan 24% blok dalam negeri yang dikelola Pertamina menyumbang 69% pasokan minyak dan 34% pasokan gas nasional. Pertamina juga melakukan 6 akuisisi blok, termasuk Blok Masela, Blok Bunga, dan Peri Mahakam.
Di sektor pengolahan dan petrokimia, produksi kilang meningkat 2% dari 333 juta barel (BBL) pada 2022 menjadi 341 juta BBL pada 2023. Program refinery development master plan (RDMP) Balikpapan mencapai 84% per akhir Desember 2023. Pertamina juga meluncurkan produk energi ramah lingkungan seperti sustainable aviation fuel (SAF), BioSolar B35, dan Pertamax Green.
Di sektor pemasaran dan niaga, penjualan produk BBM dan Non-BBM meningkat dari 98 juta kiloliter (KL) pada 2022 menjadi 100 juta KL pada 2023. Pertamina Patra Niaga mulai menyalurkan BBM ramah lingkungan Pertamax Green 95 dan Biosolar 35, serta menjalankan program BBM 1 Harga, One Village One Outlet (OVOO), dan Pertashop yang mencakup 98% wilayah Indonesia pada akhir 2023.
“Sebagai lini bisnis yang berhubungan langsung dengan konsumen, Pertamina terus mengoptimalkan digitalisasi terintegrasi, mulai dari distribusi hingga layanan, untuk menghasilkan efisiensi signifikan,” jelas Nicke.
Subholding Gas meningkatkan penjualan dari 327 ribu BBTU (billion british thermal unit) pada 2022 menjadi 337 ribu BBTU pada 2023. Permintaan meningkat dari sektor industri, komersial, dan rumah tangga. Jaringan gas (jargas) bertambah 55 ribu sambungan rumah tangga (SRT) menjadi total 820 ribu SRT. Transmisi gas naik sekitar 8% dari 493 Miliar SCF pada 2022 menjadi 532 Miliar SCF pada 2023.
Subholding Integrated Marine Logistics (SH IML) mencatatkan kinerja positif dengan transportasi kargo meningkat 3% dari 157 juta KL pada 2022 menjadi 161 juta KL pada 2023. SH IML mengoperasikan 784 tanker dan supported vessels domestik serta 50 rute internasional. Desain EcoShip pada kapal-kapal Pertamina berkontribusi pada penurunan emisi dan efisiensi bahan bakar hingga 8%.
Di subholding Pertamina New & Renewable Energy (PNRE), produksi listrik dari energi baru dan terbarukan, termasuk panas bumi, naik 17% dari 4.658 giga watt hour (GWh) pada 2022 menjadi 5.451 GWh pada 2023. SH PNRE juga mengkomersialisasi beberapa operasional seperti IPP Jawa 1 Unit 2 dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Rokan.
“Sebagian besar indikator operasi di seluruh subholding meningkat pada 2023 dibandingkan 2022. Pertumbuhan operasional Pertamina Grup didorong oleh permintaan konsumen, terutama di sektor energi transisi. Ini mencerminkan komitmen Pertamina dalam mendorong pemanfaatan energi transisi dan menjaga ketahanan energi nasional di sektor migas,” ujar Nicke.
Nicke menambahkan, digitalisasi di Pertamina diimplementasikan melalui Pertamina Integrated Enterprise Data and Command Center (PIEDCC), yang memonitor dan mengendalikan seluruh proses bisnis Pertamina, termasuk distribusi dan ketersediaan pasokan energi.