JAKARTA – Krisis penutupan pemerintahan Amerika Serikat memasuki babak baru setelah Kepala Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB), Russell Vought, memperingatkan adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap pegawai federal jika kebuntuan anggaran terus berlanjut.
Dalam konferensi virtual dengan anggota DPR dari Partai Republik, Vought menegaskan bahwa langkah ekstrem ini bisa terjadi hanya dalam waktu satu hingga dua hari apabila tidak ada keputusan pendanaan baru.
Pernyataan tersebut menguatkan memo yang dikeluarkan OMB pekan lalu, yang menekankan bahwa pemecatan massal menjadi opsi darurat jika situasi shutdown tidak segera ditangani oleh Kongres.
Namun, hingga kini Vought belum menyebutkan secara detail berapa jumlah pegawai yang kemungkinan terdampak dari kebijakan keras tersebut.
Wakil Presiden JD Vance dalam konferensi pers di Gedung Putih ikut menegaskan rencana tersebut dengan menyebutkan bahwa PHK adalah opsi terakhir yang diambil demi keberlangsungan pelayanan publik.
“Kami harus memberhentikan beberapa orang jika penutupan berlanjut. Kami tidak menyukainya,” kata Vance.
“Kami sebenarnya tidak ingin melakukannya. Tetapi kami akan melakukan apa yang harus dilakukan agar layanan penting bagi rakyat Amerika tetap berjalan,” ujarnya.
Vance juga membantah tudingan bahwa keputusan ini bermuatan politik, seraya menekankan bahwa prioritas utama pemerintah adalah memastikan keberlangsungan program dan layanan esensial masyarakat.
Dalam memo internal, OMB menginstruksikan lembaga-lembaga federal untuk menyiapkan opsi pemberhentian pegawai pada program atau proyek yang kehabisan dana operasional.
Memo tersebut juga menegaskan bahwa pegawai yang dianggap tidak terkait langsung dengan prioritas Presiden bisa masuk daftar terdampak PHK.
Selain itu, Vought memperingatkan program bantuan gizi Women, Infants and Children (WIC) berpotensi lumpuh pekan depan apabila shutdown tetap berlanjut tanpa solusi anggaran.
Penutupan pemerintahan ini juga menimbulkan risiko besar pada gaji anggota militer dan pegawai sipil federal, yang bisa tertunda pembayarannya hingga waktu yang belum pasti.
Meski demikian, taman nasional di Amerika Serikat masih tetap dibuka sebagian, namun dengan layanan terbatas akibat keterbatasan anggaran operasional.
Sementara itu, upaya legislatif untuk meloloskan rancangan pendanaan darurat kembali menemui kegagalan setelah dua proposal—baik dari Partai Demokrat maupun Republik—ditolak dalam waktu kurang dari 24 jam.
Untuk bisa meloloskan rancangan anggaran, dibutuhkan minimal 60 suara di Senat, yang menuntut kompromi bipartisan. Namun, dengan peta kekuatan tipis 53-47, jalan menuju kesepakatan masih menemui kebuntuan.
Kondisi ini membuat ketidakpastian semakin besar, dengan masa depan ribuan pegawai federal serta layanan publik penting berada di ujung tanduk.***