JAKARTA – Ketegangan antara Israel dan Iran kembali memuncak, namun menurut Komisi I DPR RI, akar persoalan serangan militer Israel tidak semata-mata berkaitan dengan isu nuklir Iran.
Di balik aksi militer ini, tersimpan kalkulasi politik internal yang dinilai lebih dominan, terutama demi kepentingan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menyatakan bahwa manuver Israel terhadap Iran kemungkinan besar lebih didorong oleh tekanan domestik dan upaya mempertahankan kekuasaan Netanyahu yang tengah dikritik dunia karena agresinya di Gaza.
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (27/6/2025), ia mengungkapkan bahwa narasi nuklir hanya dijadikan dalih untuk mengalihkan perhatian dari krisis kemanusiaan yang masih berlangsung di Palestina.
“Serangan Israel ke Iran bukan semata karena ancaman nuklir, tapi lebih karena kebutuhan (PM Israel) Benjamin Netanyahu.”
“Untuk menyelamatkan muka dan kelangsungan politiknya di tengah tekanan internal dan kecaman global atas genosida di Gaza,” kata Sukamta.
Manuver Netanyahu Dinilai untuk Raih Dukungan Barat
Sukamta, yang juga politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menambahkan bahwa Netanyahu sedang berupaya menghidupkan kembali dukungan dari sekutu-sekutu Barat melalui narasi ancaman nuklir Iran.
Langkah ini dinilai sebagai strategi politik yang disengaja untuk menutupi eskalasi kekerasan di Gaza yang telah menuai kecaman global.
Ia juga memperingatkan bahwa jika konfrontasi militer antara Iran dan Israel tidak segera dikendalikan, maka konflik tersebut berpotensi meluas dan memicu instabilitas global yang jauh lebih serius daripada dampak regional semata.
“Kalau konflik ini tidak ditahan, bisa meledak lebih luas. Maka kita berharap semua pihak, termasuk Amerika dan Iran, menahan diri,” ucap Sukamta.
Indonesia Tegas Dukung Palestina Merdeka
Dalam pernyataannya, Sukamta menegaskan bahwa posisi Indonesia dalam konflik Timur Tengah tetap konsisten, yaitu mendukung kemerdekaan Palestina sebagai solusi mendasar untuk perdamaian di kawasan tersebut.
Ia mengingatkan bahwa komitmen ini telah menjadi pijakan kebijakan luar negeri Indonesia sejak era para pendiri bangsa.
“Kalau Palestina merdeka, banyak konflik di Timur Tengah bisa selesai. Ini posisi Indonesia sejak zaman Bung Hatta dan Bung Karno, dan harus terus dijaga,” ujarnya.***




