JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak memiliki dasar hukum untuk menilai apalagi mencampuri keputusan Presiden terkait rehabilitasi terhadap mantan pimpinan PT ASDP Indonesia Ferry dan dua pejabat lainnya.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa kewenangan tersebut berada sepenuhnya dalam ranah prerogatif Presiden sebagaimana diatur langsung oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Ia merinci bahwa Pasal 14 UUD 1945 memberikan ruang bagi Kepala Negara untuk menetapkan grasi dan rehabilitasi dengan terlebih dahulu mempertimbangkan masukan Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat.
“Hak prerogatif Presiden tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga lain karena kekuasaan itu diberikan langsung oleh UUD 1945, untuk memastikan Presiden dapat menjalankan tugasnya secara efektif,” kata Tanak dalam keterangannya, Selasa (25/11/2025).
Dengan dasar itu, Tanak menegaskan lembaganya tidak berkewenangan menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menerbitkan surat rehabilitasi tersebut.
“KPK pun tidak dapat mengintervensi keputusan Presiden untuk memberikan rehabilitasi terhadap Ira Puspita dan dua terdakwa lainnya,” ujar Tanak.
Presiden Prabowo sebelumnya menandatangani keputusan rehabilitasi untuk mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, pada Selasa (25/11/2025) di Jakarta.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga memutuskan memberikan rehabilitasi kepada Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono yang pernah menjabat sebagai Direktur Komersial dan Pelayanan serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan di BUMN tersebut.
“Alhamdulillah, Presiden telah menandatangani surat keputusan rehabilitasi kepada tiga nama tersebut,” ujar Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.
Dasco memberikan keterangan resmi di Kantor Presiden bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
Ia menjelaskan bahwa keputusan rehabilitasi itu juga mempertimbangkan aspirasi publik yang disampaikan melalui mekanisme pembahasan di Komisi Hukum DPR.
“Melalui Komisi Hukum, DPR melakukan kajian terhadap kasus tersebut,” ujarnya.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menambahkan bahwa pembahasan internal pemerintah terkait rehabilitasi dilakukan dalam rapat terbatas sebelum keputusan tersebut diproses lebih lanjut.
“Untuk selanjutnya kami memrosesnya sebagaimana peraturan perundang-undangan berlaku,” ucapnya.***