JAKARTA – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor AS yang memberikan tekanan besar bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia.
Mulai 09 April 2025, tarif impor untuk produk asal Indonesia naik drastis hingga 32%.
Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi perdagangan AS yang menargetkan negara-negara dengan hambatan perdagangan yang dianggap tidak seimbang.
Bagi Indonesia, kebijakan ini menjadi pukulan berat mengingat AS merupakan pasar ekspor utama bagi produk tekstil.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor TPT Indonesia pada Februari 2025 mencapai USD1,02 miliar (Rp17,07 triliun), naik 1,41% dibanding bulan sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, ekspor ke AS meningkat hingga 4,13% dengan nilai USD17,4 juta. Namun, kenaikan tarif ini berpotensi menghambat tren pertumbuhan tersebut.
Menurut Hosianna Evalita Situmorang, ekonom dari Bank Danamon Indonesia, kenaikan tarif ini akan berdampak besar terhadap daya saing industri tekstil Indonesia di pasar AS.
“Dampak kebijakan ini ekspor berisiko terjadi pada sektor tekstil, alas kaki, dan elektronik yang mungkin kesulitan di pasar AS,” ungkapnya dikutip Media Indonesia, Kamis (03/04/2025).
Selain itu, investor asing juga dapat meninjau ulang rencana investasi mereka di Indonesia akibat ketidakpastian perdagangan yang meningkat.
Ekonomi Global
Kebijakan ini merupakan bagian dari inisiatif Trump yang disebut “Hari Pembebasan,” yang menetapkan tarif dasar 10% untuk semua impor ke AS mulai 5 April 2025.
Namun, negara-negara yang dianggap memiliki hambatan perdagangan tinggi, seperti Indonesia, dikenai tarif lebih besar, mulai dari 9 April 2025.
Selain Indonesia, beberapa negara lain juga terkena dampak kebijakan ini, seperti Uni Eropa dengan tarif 20%, Tiongkok 34%, India 26%, Korea Selatan 25%, dan Jepang 24%.
Trump menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan perdagangan yang lebih adil bagi AS.
“Untuk negara-negara yang memperlakukan kami dengan buruk, kami akan menghitung tarif gabungan dari semua tarif mereka, hambatan non-moneter, dan bentuk kecurangan lainnya,” tegas Trump.
Meskipun demikian, beberapa produk strategis seperti tembaga, farmasi, semikonduktor, kayu, emas, energi, dan mineral tertentu tidak akan dikenai tarif tambahan.
Selain itu, mitra dagang utama AS seperti Kanada dan Meksiko dikecualikan dari kebijakan ini, meskipun sebelumnya sudah dikenai tarif 25% untuk baja dan aluminium.
Strategi Hadapi Tantangan Ekspor
Meningkatnya tarif impor AS menjadi tantangan besar bagi industri tekstil nasional. Untuk mengurangi dampaknya, pemerintah dan pelaku industri perlu segera menyusun strategi alternatif, di antaranya:
- Diversifikasi Pasar Ekspor: Mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan mencari peluang di negara-negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah, dan Asia Pasifik.
- Peningkatan Daya Saing: Meningkatkan efisiensi produksi, inovasi desain, dan kualitas produk agar lebih kompetitif di pasar global.
- Perjanjian Dagang Baru: Menggencarkan negosiasi perdagangan dengan negara-negara yang memiliki potensi pasar besar untuk menurunkan hambatan ekspor.
- Dukungan Pemerintah: Diperlukan kebijakan insentif seperti subsidi ekspor, pemangkasan biaya logistik, serta dukungan dalam bentuk pelatihan dan pengembangan teknologi industri.
Dampak dari kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh industri tekstil, tetapi juga sektor elektronik dan alas kaki yang memiliki ketergantungan tinggi pada ekspor ke AS.
Oleh karena itu, langkah-langkah strategis yang tepat harus segera diterapkan untuk memastikan daya tahan industri nasional dalam menghadapi perubahan kebijakan perdagangan global.***