JAKARTA – Ledakan tragis yang mengguncang wilayah Garut, Jawa Barat, pada awal Mei 2025 kini menjadi titik balik dalam prosedur penanganan amunisi afkir di tubuh TNI Angkatan Darat (TNI AD).
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menegaskan bahwa seluruh hasil temuan tim investigasi terkait insiden tersebut telah ditetapkan sebagai dasar bagi evaluasi menyeluruh, khususnya dalam metode pemusnahan bahan peledak yang telah melewati masa aktifnya.
Langkah korektif ini mencakup perubahan mendasar, termasuk penghentian total keterlibatan warga sipil dalam proses pemusnahan amunisi, bahkan untuk aktivitas administratif seperti logistik maupun penggalian lubang peledakan.
Brigjen Wahyu menyebut, TNI AD akan mengandalkan satuan-satuan profesional internal seperti Polisi Militer, Zeni, Bekang, Kesehatan, dan satuan kewilayahan untuk seluruh rangkaian kegiatan berisiko tersebut.
“Berkaitan dengan mengapa ledakan bisa terjadi, detonator yang akan dimusnahkan adalah detonator dalam kondisi expired atau afkir… maka perlu dilakukan oleh tenaga profesional,” ujar Brigjen Wahyu dalam keterangannya di Gedung DPR RI, Senin (26/5/2025), usai mendampingi Panglima TNI dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI.
Dua Titik Lemah Diidentifikasi
Dari hasil investigasi yang dilakukan tim gabungan, dua faktor utama teridentifikasi sebagai pemicu tragedi.
Pertama, ketidakstabilan detonator afkir yang mudah meledak akibat faktor suhu, tekanan, atau perlakuan kasar.
Kedua, keterlibatan masyarakat sipil dalam tahap-tahap yang tidak semestinya. Padahal, detonator kadaluarsa memerlukan penanganan sangat spesifik dan tidak boleh diangkat atau dipindahkan oleh pihak nonmiliter.
Kadispenad menegaskan bahwa masyarakat awalnya dilibatkan hanya untuk kebutuhan logistik, memasak, dan pembersihan pasca ledakan.
Namun, dalam praktiknya, sebagian warga turut mengangkat dan menyerahkan detonator ke dalam lubang penghancuran, yang kemungkinan besar menyebabkan gesekan atau tekanan tak sesuai prosedur dan memicu ledakan.
“Namun, ada pengembangan pelibatan masyarakat di luar kegiatan yang saya sampaikan tadi. Jadi masyarakat ikut membantu mengangkat material-material detonator yang expired dan rentan itu…” jelasnya lebih lanjut.
Warga Dilarang Terlibat, Teknologi Modern Diterjunkan
Sebagai respons konkret, TNI AD tidak hanya akan menarik penuh pelibatan warga, tetapi juga mulai meminimalisir keterlibatan prajurit dalam kontak langsung dengan bahan peledak.
Brigjen Wahyu menjelaskan bahwa teknologi modern seperti mini beghoe (excavator kecil) akan digunakan untuk menggali lubang, sementara robot bom akan ditugaskan mengangkat dan membawa bahan peledak ke titik penghancuran.
Transformasi ini sekaligus menjadi bagian dari kebijakan keamanan baru yang lebih ketat dan presisi. Penggunaan teknologi juga akan mengurangi risiko kecelakaan kerja dan korban jiwa di masa mendatang.
“TNI maupun TNI AD turut merasakan keprihatinan dan duka yang mendalam atas apa yang terjadi…” ujar Brigjen Wahyu sembari menegaskan bahwa TNI AD terbuka terhadap seluruh masukan, temuan, dan rekomendasi dari institusi berwenang guna memperbaiki prosedur ke depan.
Komitmen Transparansi
Dalam penyampaian akhirnya, Kadispenad menyatakan bahwa TNI AD berkomitmen penuh untuk menjadikan insiden Garut sebagai pelajaran penting.
Komando Angkatan Darat tidak hanya akan menyusun prosedur baru, tetapi juga melakukan sosialisasi, pelatihan ulang, dan kontrol berlapis dalam semua kegiatan pemusnahan amunisi ke depannya.
Ini sekaligus menjadi cerminan reformasi internal menuju profesionalisme militer yang lebih akuntabel dan modern.
TNI AD juga menyampaikan apresiasi kepada masyarakat, lembaga legislatif, dan media atas dukungan moral maupun perhatian serius terhadap keselamatan dalam operasi militer nonpertempuran seperti pemusnahan amunisi.***