JAKARTA – Gelombang bencana hidrometeorologi kembali menguji ketangguhan Sumatera Utara setelah banjir bandang dan longsor menelan 47 korban jiwa dalam sepekan terakhir.
Data terbaru yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut mencatat 123 korban terdampak hingga Kamis malam, termasuk sembilan orang yang masih hilang dan 67 warga yang mengalami luka berat maupun ringan.
Kepala BPBD Sumut, Tuahta Ramajaya Saragih, menegaskan bahwa hingga hari ini (Kamis) total ditemukan ada 123 korban, di antaranya 47 korban meninggal dunia.
Tapanuli Selatan menjadi wilayah dengan laporan korban tertinggi dengan total 73 warga terdampak yang terdiri atas 15 korban meninggal dunia dan 58 lainnya mengalami luka-luka.
Humbang Hasundutan melaporkan 18 warga terdampak yang mencakup lima meninggal dunia, empat masih hilang, dan sembilan lainnya luka-luka.
Di Sibolga, situasi lebih berat karena 17 warga ditemukan tanpa nyawa akibat bencana yang sama.
Sementara itu, Tapanuli Utara mencatat delapan warga terdampak dengan tiga korban meninggal dunia dan lima orang masih dicari.
Empat warga dilaporkan meninggal dunia di Tapanuli Tengah setelah longsor menerjang kawasan pemukiman.
Dua warga Pakpak Bharat ikut menjadi korban meninggal dunia dalam rentetan bencana hidrometeorologi tersebut.
Satu korban meninggal dunia juga ditemukan di wilayah Padangsidimpuan setelah hujan ekstrem memicu bencana.
Secara keseluruhan, 13 kabupaten dan kota terdampak mulai dari Langkat, Medan, Binjai, Deli Serdang, Sibolga, Nias Selatan, Mandailing Natal hingga Tapanuli Selatan.
Di sisi lain, ribuan warga terpaksa meninggalkan rumah karena banjir dan longsor mengancam keselamatan mereka.
BPBD mencatat 776 kepala keluarga di Mandailing Natal mengungsi ke lokasi aman setelah air sungai meluap.
Sebanyak 3.000 jiwa di Tapanuli Selatan juga dievakuasi karena kondisi tanah labil dan curah hujan tidak menunjukkan tanda mereda.
Di Kota Padangsidimpuan, 240 kepala keluarga mengungsi karena banjir melanda kawasan padat penduduk.
Tapanuli Utara turut mencatat 19 kepala keluarga yang harus mengungsi akibat potensi longsor susulan.
Hendro Nugroho dari BBMKG Wilayah I Medan mengungkapkan bahwa cuaca ekstrem dipicu oleh Siklon Tropis Senyar yang sebelumnya dikenal sebagai Bibit Siklon Tropis 95B.
Fenomena atmosfer tersebut berkembang sejak 21 November 2025 di perairan timur Aceh hingga Selat Malaka sehingga memicu hujan deras, angin kencang, serta gelombang tinggi di sejumlah wilayah.
Kelembapan udara yang meningkat drastis membuat potensi hujan ekstrem semakin besar dan memperluas dampak bencana di berbagai daerah.***