Sejumlah pabrik di Jawa Barat, khususnya di kawasan industri Bekasi dan Karawang, mulai merelokasi kegiatan produksi ke berbagai daerah di Jawa Tengah. Langkah ini dipicu oleh tingginya biaya tenaga kerja di Jawa Barat yang kini mencapai lebih dari dua kali lipat upah minimum di Jawa Tengah, sehingga menekan daya saing sektor industri padat karya.
Wakil Ketua Umum APINDO, Sanny Iskandar, menjelaskan bahwa relokasi dipengaruhi oleh faktor upah sekaligus produktivitas pekerja. Upah minimum Kota Bekasi tahun 2025 mencapai Rp5.690.753 dan Kabupaten Karawang Rp5.599.593, sementara upah minimum provinsi Jawa Tengah hanya Rp2.169.349.
Daerah seperti Batang, Kendal, dan Tegal kini menjadi tujuan relokasi karena menawarkan biaya tenaga kerja yang jauh lebih rendah.
Selain upah, Sanny menyebut Jawa Tengah memiliki stabilitas sosial-politik yang lebih baik, tingkat aksi demonstrasi yang lebih rendah, serta loyalitas pekerja yang lebih tinggi, sehingga turut mendukung produktivitas.
Kemudahan perizinan juga menjadi daya tarik kuat, meski infrastruktur di beberapa kota industri Jawa Tengah masih tertinggal dibandingkan Bekasi dan Karawang yang dikenal sebagai “Detroit-nya Indonesia”.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengakui tren relokasi pabrik memang terjadi, walaupun sebagian merupakan investasi baru. Ia menilai tingginya biaya tenaga kerja di Jawa Barat membuat relokasi menjadi pilihan logis dan meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan upah agar tidak memperlebar kesenjangan.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa perpindahan pabrik dipengaruhi banyak faktor dan pemerintah tidak menghalangi relokasi selama industri tetap beroperasi di dalam negeri.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, memastikan pemerintah terus memberikan fleksibilitas dan dukungan bagi pelaku industri dalam menentukan lokasi produksi terbaik.