SUMATERA BARAT – Ancaman banjir lahar dingin kembali menghantui kawasan lereng Gunung Marapi seiring meningkatnya curah hujan di wilayah Sumatera Barat.
Masyarakat yang tinggal di sekitar gunung api aktif ini diminta meningkatkan kewaspadaan, terutama terhadap aliran air deras bercampur material vulkanik yang dapat berubah menjadi bencana mematikan.
Imbauan tersebut disampaikan langsung oleh Petugas Pos Gunung Api Marapi, Teguh Purnomo, dalam keterangannya dari Bukittinggi, Sabtu (19/7/2025).
Ia menegaskan bahwa timbunan material hasil erupsi besar Marapi pada 3 Desember 2023 masih berpotensi longsor dan terbawa air hujan, membentuk aliran banjir lahar dingin ke kawasan hilir.
“Dari kejauhan bentuknya memang seperti rekahan pada bagian sisi puncak gunung. Tapi itu merupakan aliran air yang muncul akibat tumpukan sedimen terutama saat musim hujan,” kata Teguh.
Gunung Marapi yang terletak di antara Kabupaten Agam dan Tanah Datar memang menunjukkan tanda-tanda peningkatan kerentanan di musim hujan.
Teguh menjelaskan bahwa aliran air yang tampak seperti retakan dari kejauhan sejatinya adalah jalur bekas gerusan air yang membawa batu, pasir, dan abu vulkanik.
Sedimen-sedimen tersebut masih belum stabil dan dapat mengisi cekungan atau lembah-lembah kecil yang menjadi saluran air saat hujan turun deras.
Ia menambahkan bahwa secara struktur, bentuk Gunung Marapi tidak mengalami perubahan signifikan pasca erupsi besar tahun lalu.
Namun bekas aliran hujan deras yang bercampur material vulkanik membentuk pola-pola mirip rekahan di permukaan.
“Jadi, sebenarnya bukan retakan tetapi itu endapan material yang masih labil yang kemudian mengisi celah-celah. Ketika terjadi hujan lebat menciptakan aliran hujan yang menyatu dalam suatu lembah,” ujarnya.
Menurut Teguh, aliran air dari puncak Marapi sebenarnya sudah ada sebelum letusan tahun lalu, namun kala itu tertutup oleh vegetasi hutan yang rimbun.
Setelah erupsi, vegetasi lenyap dan memperlihatkan jalur-jalur air yang kini menjadi jalur potensial lahar dingin.
Teguh memperingatkan agar masyarakat tidak meremehkan fenomena ini, sebab bahaya banjir lahar dingin sangat nyata dan sudah terbukti mematikan seperti pada tragedi 11 Mei 2024 lalu, yang menewaskan puluhan jiwa.
“Ini cukup berbahaya ya. Terutama untuk daerah-daerah di sekitar aliran sungai yang berhulu langsung dari puncak Gunung Marapi,” katanya mengingatkan.
Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) hingga kini masih terus memantau kondisi morfologi gunung.
Belum ada data pasti mengenai jumlah dan sebaran aliran air baru yang terbentuk sejak letusan terakhir.
Namun berdasarkan hasil pengamatan udara menggunakan drone, jalur-jalur aliran air tampak menyebar ke lereng timur, selatan, hingga barat daya gunung.
Situasi ini mempertegas pentingnya kesiapsiagaan semua pihak, baik masyarakat, pemerintah daerah, maupun relawan kebencanaan.
Upaya mitigasi dan sistem peringatan dini harus segera diperkuat untuk mencegah jatuhnya korban jiwa akibat ancaman banjir lahar dingin.***