Jakarta – Pengadilan Tipikor Jakarta menjadi saksi atas pembacaan tuntutan terhadap Windu Aji Sutanto, pemilik PT Lawu Agung Mining, yang didakwa atas kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Jaksa meyakini bahwa perbuatannya telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Pada sidang pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sultra membacakan surat tuntutan terhadap beberapa terdakwa lainnya, termasuk Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining, Glenn Ario Sudarto, dan Direktur PT Lawu Agung Mining, Ofan Sofwan. Masing-masing diberikan tuntutan pidana yang berbeda.
“Terdakwa Glenn Ario Sudarto dituntut pidana penjara selama 10 tahun, Ofan Sofwan selama 8 tahun, dan Windu Aji Sutanto selama 12 tahun. Dikurangi masa penahanan dan denda,” kata jaksa.
Jaksa juga menuntut para terdakwa untuk membayar denda, dengan Windu dan Glenn dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar, sementara Ofan sebesar Rp 500 juta.
“Denda harus dibayar dalam waktu tertentu, dan jika tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan,” ucap Jaksa.
Selain itu, Windu juga diminta untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 2,1 triliun setelah putusan pengadilan inkrah. Jika tidak dapat membayar, harta bendanya akan disita.
Jaksa juga membacakan tuntutan terhadap sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian ESDM, termasuk Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral, Yuli Bintoro, Subkoordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral, Henry Julianto, dan Evaluator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral, Eric Viktor Tambunan.
“Masing-masing dituntut pidana penjara dan denda sebesar Rp 500 juta,” tambah jaksa.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan kerugian negara yang besar. Windu dan beberapa terdakwa lainnya didakwa merugikan keuangan negara dalam skala yang signifikan, menurut pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.