JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengambil langkah tegas dengan memblokir lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang dinilai tidak layak.
Penyebabnya, sebagian dana bansos yang seharusnya menjadi penopang kehidupan masyarakat miskin justru mengalir ke transaksi judi online (judol). Langkah ini menjadi sorotan karena mengungkap penyimpangan besar-besaran dalam penyaluran dana bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Dari hasil analisis ditemukan ada penerima bansos yang justru memberikan bantuannya untuk berjudi online. Dana bantuan yang seharusnya menjadi penyambung hidup malah berakhir di meja judi digital,” demikian pernyataan resmi dari laman media sosial Kementerian Sosial (Kemensos), Minggu (6/7/2025).
Kerugian Mencapai Rp2 Triliun
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa pemblokiran ini menyasar rekening-rekening dengan saldo total lebih dari Rp2 triliun. Temuan ini mencakup rekening yang tidak aktif (dormant) selama lebih dari lima tahun, namun tetap menerima bansos, serta rekening dengan saldo besar hingga jutaan rupiah yang menunjukkan penerima tidak lagi memenuhi syarat sebagai keluarga prasejahtera.
“Dalam 1 bank saja kami menemukan ada lebih 1 juta rekening dengan saldo keseluruhan lebih dari Rp 2 triliun yang terkait bansos yang menyimpang, ini semua kami bekukan,” tegasnya.
Menariknya, PPATK juga menemukan pola transaksi mencurigakan, termasuk ratusan ribu penerima bansos yang aktif bermain judi online. Data menunjukkan 571.410 penerima bansos terlibat dalam lebih dari 7,8 juta transaksi judi daring.
“Angkanya cukup mengejutkan,” ungkap Ketua Tim Humas PPATK, M Natsir Kongah
Menteri Sosial Ambil Tindakan Tegas
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, menegaskan bahwa pihaknya akan mencoret nama penerima bansos yang terbukti menyalahgunakan dana untuk judi online.
“Kalau yang soal bansos ya kewenangan Kementerian Sosial. Kita coret, gitu aja,” ujar Gus Ipul
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Kemensos untuk memperbaiki akurasi data penerima bansos melalui Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Dalam proses verifikasi, ditemukan 1,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang tidak lagi memenuhi syarat, sementara ada pula masyarakat miskin yang belum terjangkau bantuan.
“Memang ini bagian dari upaya Kementerian Sosial untuk memastikan bahwa bansos tetap tepat sasaran,” tambah Gus Ipul.
DPR Soroti Dampak Stigma Negatif
Temuan ini memicu reaksi dari DPR. Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, meminta Kemensos dan PPATK untuk segera merilis data lebih rinci agar tidak menimbulkan stigma negatif terhadap penerima bansos yang mayoritas adalah masyarakat prasejahtera.
“Pernyataan yang dilontarkan Kemensos dan PPATK tanpa data yang lebih lanjut menimbulkan *framing* negatif kepada penerima bansos,” tegas Selly, Minggu (6/7/2025).
Selly juga mengungkap adanya masalah malaadministrasi yang menyebabkan kesulitan pencairan dana bansos. Sejak 2018, ribuan penerima bansos, termasuk 16 ribu kasus pada 2023, mengalami kendala karena ketidaksesuaian data antara DTSEN, KTP, dan Know Your Customer (KYC) perbankan. Salah satu contoh adalah Darsinih, seorang penerima bansos di Cirebon, yang namanya berbeda di KYC perbankan sehingga dana tidak dapat dicairkan.
Langkah ke Depan: Bansos Tepat Sasaran
Kerja sama antara Kemensos dan PPATK menjadi langkah bersejarah dalam sejarah penyaluran bansos digital di Indonesia. Gus Ipul menegaskan bahwa hasil analisis PPATK akan menjadi pedoman untuk memastikan bantuan sosial sampai ke tangan yang benar-benar berhak.
“Dalam rangka upaya data yang semakin akurat, dan bansos dapat diterima oleh yang berhak, kami mohon bantuan PPATK untuk melakukan semacam analisis terhadap rekening seluruh penerima bansos,” ujarnya.
PPATK sendiri berkomitmen untuk terus mendalami rekening penerima bansos guna mencegah penyalahgunaan lebih lanjut, termasuk untuk aktivitas ilegal seperti judi online.
“Jangan sampai amanah dari negara yang seharusnya uang itu disalurkan kepada masyarakat miskin, tapi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak berhak,” tegas Natsir.
Aplikasi Cek Bansos sebagai Solusi
Untuk meningkatkan transparansi, Kemensos menyediakan aplikasi Cek Bansos yang memungkinkan masyarakat memeriksa kepesertaan bansos di wilayah mereka. Aplikasi ini juga memungkinkan pengguna untuk memberikan sanggahan terhadap penerima yang dianggap tidak layak atau mengusulkan calon penerima baru.
Langkah tegas ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap penyaluran bansos dan memastikan dana negara benar-benar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan total 16,5 juta KPM yang akan menerima bansos triwulan II-2025, pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem agar bantuan sosial tepat sasaran dan efektif.