Live Program Jelajah UHF Digital

103 Pendaki Rinjani Dipaksa Turun Karena Tak Punya Tiket, Diduga Korban Open Trip

Mataram, NTB – Minggu lalu, tragedi kekecewaan melanda komunitas pendaki, khususnya ratusan calon pendaki dari luar Nusa Tenggara Barat yang gagal memulai pendakian mereka ke Gunung Rinjani. Insiden yang terjadi pada Minggu (14/4), ini berawal dari dugaan penipuan oleh penyedia jasa open trip yang tidak bertanggung jawab.

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) terpaksa mengambil langkah tegas dengan meminta 148 pendaki untuk berputar balik dari Pos 2 Sembalun. Penyelidikan yang dilakukan oleh BTNGR terhadap kejadian ini menyimpulkan bahwa dari jumlah pendaki yang tercegat tersebut, hanya 43 orang yang memiliki tiket elektronik eRinjani, sedangkan 103 lainnya tidak memiliki tiket sama sekali.

“Kami sedang mencari penyedia jasa open trip yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Semua keterangan sudah dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan langkah selanjutnya adalah memasukkan penyedia jasa tersebut ke dalam daftar hitam,” ujar Dedy Asriady, Kepala BTNGR pada hari Selasa (16/4).

Dedy menjelaskan bahwa penyedia jasa yang diduga melakukan penipuan ini berasal dari luar Pulau Lombok. Saat ini, pihak BTNGR masih melakukan penelusuran lebih detail untuk mengidentifikasi pelaku yang bertanggung jawab.

Lebih lanjut, Dedy mengimbau para pendaki untuk selalu berhati-hati dalam mempersiapkan pendakian, mulai dari memastikan tiket perjalanan hingga tiket pendakian resmi. “Kami selalu menekankan pentingnya menggunakan jasa open trip atau travel organizer yang terpercaya. Pastikan bahwa tiket yang Anda miliki valid dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.

Gunung Rinjani, yang memiliki kuota harian maksimum 700 orang pendaki yang terbagi dari enam pintu masuk, menjadikan manajemen kuota sebagai bagian penting dari pengelolaan pendakian. Khususnya untuk jalur Sembalun, Senaru, dan Torean, kuota dibatasi hanya untuk 400 orang, sementara tiga jalur lainnya seperti Air Berik, Tetebatu, dan Timbanuh masih memiliki banyak kuota.

Sistem e-ticketing telah diberlakukan untuk memastikan proses pendakian terkontrol dengan baik. “Calon pendaki diwajibkan untuk membeli tiket melalui aplikasi e-rinjani. Tidak ada lagi pembelian tiket di lapangan. Jika kuota penuh, maka tiket tidak akan tersedia. Ini berlaku baik untuk individu maupun grup yang menggunakan jasa open trip,” pungkas Dedy.

Dengan kejadian ini, BTNGR berharap akan ada peningkatan kesadaran dan kehati-hatian di kalangan pendaki serta peningkatan kualitas layanan dari penyedia jasa pendakian di masa mendatang.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *