JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam mandek akibat melemahnya penyaluran kredit bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Kholid menyoroti perlambatan ini sebagai indikator lemahnya dukungan sektor keuangan terhadap denyut ekonomi NTT.
Ia menegaskan perlunya pembaruan sistem pendanaan, termasuk reformasi inovatif dari sektor perbankan.
Dalam Kunjungan Kerja Komisi XI di Manggarai Barat, NTT, Rabu (28/5/2025), Kholid mengungkap kekhawatirannya atas menurunnya distribusi kredit untuk UMKM.
Menurutnya, sektor keuangan harus menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi di daerah, bukan justru menjadi hambatan akibat birokrasi atau minimnya keberpihakan.
“Kita tadi melihat bahwa kredit untuk usaha mikro dan kecil mengalami penurunan. Ini menjadi tanda tanya besar, terlebih ketika pertumbuhan kredit nasional juga melambat.”
“Kita harus bertanya: apa yang sedang terjadi?” ungkap Kholid, dikutip Parlementaria, Sabtu (31/5/2025).
Politisi Fraksi PKS ini menegaskan bahwa ketidakseriusan dalam membenahi sistem pembiayaan bisa menyebabkan kebuntuan pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah seperti NTT.
Untuk itu, ia menyerukan sinergi antara pemerintah pusat, pemda, lembaga keuangan seperti OJK dan perbankan agar menciptakan instrumen pembiayaan yang lebih inklusif dan efisien.
Dorong Terobosan Kredit untuk Sektor Unggulan
Kholid memetakan sejumlah potensi unggulan NTT yang layak dikembangkan, mulai dari pariwisata, produk pertanian, hingga sektor logistik dan infrastruktur.
Namun semua itu, menurutnya, hanya akan tumbuh bila ada keberanian politik dan inovasi regulasi dalam pemberian kredit usaha.
“Perlu ada inovasi dan kerja sama yang solid antara pemerintah daerah, pusat, dan sektor jasa keuangan.”
“Sektor keuangan pada prinsipnya harus menjadi penopang industri lokal. Maka, kebijakan industrinya pun harus diperkuat,” jelasnya.
Ia juga mengajak seluruh pihak menyusun kebutuhan kredit yang spesifik sesuai dengan konteks daerah.
Dengan data tersebut, arah intervensi perbankan bisa lebih terukur dan berdaya guna.
Kholid pun mendorong OJK untuk mengambil langkah konkret dalam mempermudah akses pembiayaan di kawasan Indonesia Timur.
Afirmasi Kredit Jadi Kunci Ekonomi NTT Tidak Berjalan di Tempat
Tanpa langkah afirmatif dalam pemberian akses kredit, Kholid memperingatkan bahwa ekonomi NTT hanya akan bergerak di tempat.
Ia menekankan bahwa perencanaan pembangunan harus diikuti dengan dukungan nyata terhadap sektor riil lokal, bukan hanya angan di atas kertas.
“Kalau tidak ada afirmasi seperti itu, maka proses pembangunan akan jalan di tempat.”
“Kita ingin ke depan ada progres yang signifikan, terutama bagi sektor-sektor yang menjadi kekuatan ekonomi lokal,” pungkas Kholid.
Dalam konteks ini, Muhammad Kholid memosisikan perbankan dan otoritas keuangan sebagai aktor utama yang dapat menciptakan perubahan.
Reformasi pendanaan UMKM di daerah seperti NTT bukan hanya kebutuhan, tapi keharusan jika Indonesia ingin mewujudkan pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional.***