JAKARTA – Penurunan biaya haji 2025 tak mengurangi kualitas layanan, justru kian meningkat.
Hal ini ditegaskan oleh DPR RI usai meninjau langsung penyelenggaraan haji di Madinah.
Layanan konsumsi, akomodasi, dan transportasi bagi jemaah haji Indonesia dinilai lebih profesional dibanding tahun sebelumnya.
Sistem baru berbasis delapan syarikah penyedia layanan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi disebut berkontribusi besar dalam efisiensi dan peningkatan kualitas.
DPR menilai penyelenggaraan haji tahun ini membuktikan bahwa pelayanan unggul tidak harus disertai dengan pembiayaan mahal.
Hal tersebut seperti disampaikan Adies Kadir, salah satu anggota DPR RI yang tergabung dalam Tim Pengawas Haji 2025.
Ia menyatakan bahwa penurunan biaya haji sebesar Rp7 juta dibanding tahun sebelumnya tidak berdampak negatif.
Malah, sistem dan pengelolaan haji tahun ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam berbagai aspek.
Evaluasi DPR: Efisiensi Sistem Mendorong Layanan Lebih Prima
Anggota DPR RI, Adies Kadir, menyampaikan langsung hasil pemantauan pelaksanaan haji 2025 saat berada di Kota Madinah, Arab Saudi, Sabtu (31/5/2025).
Ia menegaskan bahwa seluruh aspek pelayanan haji, mulai dari konsumsi, akomodasi, transportasi, hingga logistik, mengalami perbaikan.
“Tidak ada masalah dengan turunnya biaya haji. Pelayanan tetap berjalan dengan sangat baik.”
“Mulai dari konsumsi, akomodasi, transportasi, hingga logistik, semuanya menunjukkan peningkatan,” ujar Adies.
Menurut data dari Kementerian Agama (Kemenag), besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 2025 dipatok Rp93.410.286, lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp100 juta.
Meski sempat dikhawatirkan akan memengaruhi mutu pelayanan, kekhawatiran itu terbantahkan.
Syarikah Jadi Faktor Kunci Peningkatan Layanan
Salah satu perbedaan utama dalam penyelenggaraan haji tahun ini adalah kehadiran delapan perusahaan syarikah asal Arab Saudi yang bertanggung jawab atas penyediaan layanan kepada jemaah haji Indonesia.
Skema ini mendorong kompetisi antar penyedia layanan dan membuka ruang evaluasi yang lebih terstruktur.
“Dengan adanya delapan syarikah, kualitas pelayanan meningkat karena ada kompetisi. Masing-masing penyedia berusaha memberikan yang terbaik.”
“Hasilnya, hampir tidak ada keluhan dari jemaah, baik soal makanan, pondokan, maupun layanan lainnya,” terangnya.
Keberadaan sistem ini juga disebut memudahkan DPR dan pemerintah dalam melakukan pengawasan langsung, karena seluruh layanan terpusat dan bisa dipantau lebih transparan.
Efisiensi dan Diplomasi Jadi Strategi Pemerintah
Penurunan biaya haji bukan hanya hasil penghematan biasa, melainkan kombinasi dari efisiensi internal dan hasil diplomasi strategis antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Pemanfaatan teknologi serta perbaikan sistem distribusi logistik turut berkontribusi besar.
“Kementerian Agama berhasil menjaga keseimbangan antara efisiensi dan pelayanan. Ini bisa menjadi model ke depan,” tutur Adies.
Namun, ia juga menyoroti tantangan teknis di lapangan, seperti keterlambatan distribusi kartu nusuk yang masih dialami oleh sebagian kecil jemaah.
Terkait distribusi kartu nusuk, Adies mencatat masih ada sekitar 8.900 jemaah dari total 221.639 orang yang belum menerima dokumen tersebut.
Meski begitu, ia optimistis proses distribusi akan rampung sebelum pelaksanaan puncak ibadah haji.
“Kami percaya semuanya bisa selesai sebelum puncak haji. Saat ini, pemerintah hadir, DPR mengawasi, dan kami semua bekerja untuk memastikan jemaah bisa beribadah,” tandas Adies.
Dukungan pengawasan dari parlemen diharapkan terus hadir untuk menjamin kualitas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun mendatang tetap optimal dan terjangkau.***