JAKARTA – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau kembali menjadi sorotan setelah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan penetapan 16 tersangka dalam kasus pembakaran lahan sepanjang 2025.
Upaya penegakan hukum ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menangani bencana karhutla yang terus mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, mengatakan bahwa satuan tugas (satgas) hukum telah bergerak cepat untuk mengusut kasus-kasus pembakaran lahan yang merugikan negara.
“Satgas hukum sudah bergerak dan ada yang jadi tersangka, 16 orang. Terdapat 11 kasus yang masuk dalam perkembangan penyidikan,” ujar Suharyanto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025.
Data BNPB mencatat bahwa seluruh kabupaten dan kota di Riau telah terdampak karhutla hingga 20 Juli 2025. Kabupaten Bengkalis dan Kampar menjadi wilayah dengan kebakaran terparah, di mana luas lahan yang terbakar melebihi 100 hektare.
Sementara itu, Rokan Hilir, Siak, dan Indragiri Hilir juga melaporkan kebakaran signifikan dengan luas lebih dari 50 hektare. Kota Pekanbaru sendiri mencatat kebakaran seluas 21,08 hektare, meningkat 6 hektare dari laporan sebelumnya.
Untuk mempercepat penanganan, pemerintah pusat melalui BNPB telah menerapkan sejumlah strategi, termasuk patroli helikopter dan penambahan unit water bombing hingga lima helikopter. Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) tahap ketiga juga digelar mulai Selasa, 22 Juli 2025, untuk memicu hujan di wilayah rawan karhutla.
“Mulai tadi pagi OMC dilakukan, kami cek sudah turun hujan walaupun belum merata di seluruh Provinsi Riau. Akibat OMC tahap 3 tadi subuh, di wilayah Indragiri Hilir, Kuala Kampar, Siak, Batang Cenaku, dan Bangkinang, masih kecil-kecil curah hujannya karena tergantung pada pertumbuhan awan hujan,” jelas Suharyanto.
BNPB juga mengimbau Pemerintah Provinsi Riau untuk segera menetapkan status tanggap darurat bencana karhutla. Langkah ini dianggap krusial untuk memperkuat koordinasi antara BNPB, Polda Riau, TNI, dan satgas karhutla dalam menindak pelaku pembakaran lahan secara tegas.
Suharyanto menegaskan bahwa pendekatan hukum menjadi kunci untuk memberikan efek jera terhadap pelaku pembakaran sengaja, yang menjadi penyebab utama meluasnya titik api di kawasan gambut dan hutan produksi.
Karhutla di Riau tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu kabut asap yang mengganggu kesehatan masyarakat dan aktivitas perekonomian. Dengan meningkatnya intensitas kebakaran, pemerintah terus memperkuat sinergi antara operasi pemadaman dan penegakan hukum untuk mencegah bencana yang lebih luas.




