JAKARTA – Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewo, menegaskan sikap tegasnya terhadap bisnis thrifting yang melibatkan barang ilegal di Indonesia. Pernyataan ini muncul saat sejumlah pedagang barang bekas meminta agar aktivitas thrifting dilegalkan dan bersedia membayar pajak.
“Saya enggak peduli dengan bisnis thrifting, yang saya kendalikan adalah barang ilegal yang masuk ke Indonesia,” tegas Purbaya dihadapan para awak media.
Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa legalisasi dan pembayaran pajak tidak otomatis membuat suatu barang ilegal menjadi sah di mata hukum.
Purbaya menekankan bahwa fokus pemerintah adalah menegakkan aturan terhadap peredaran barang ilegal, bukan mengatur pajak dari bisnis thrifting. “Tanggapan saya, saya enggak perlu dengan bisnis thrifting, yang saya kendalikan adalah barang ilegal yang masuk ke Indonesia,” tambahnya.
Purbaya menegaskan bahwa barang bekas yang masuk secara ilegal tetap dianggap melanggar hukum, terlepas dari niat pedagang membayar pajak. “Saya akan membersihkan Indonesia dari barang-barang ilegal, yang masuknya ilegal. Thrifting kan kalau barang bekas kan dilarang kan? Sudah jelas itu ilegal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Menteri Keuangan memberi contoh logis terkait status ilegal barang: meskipun pajak dibebankan pada ganja, hal itu tidak mengubah status hukumnya. “Jadi enggak ada hubungannya bayar pajak atau enggak bayar pajak, itu barang ilegal. Menurut Anda apa, kalau saya menagih pajak dari ganja misalnya, apakah barang itu jadi ilegal? Enggak, kira-kira begitu. Jadi itu utamanya,” jelas Purbaya.
Pernyataan ini menegaskan sikap pemerintah bahwa legalisasi bisnis thrifting bukan prioritas, terutama jika melibatkan barang ilegal yang masuk ke Indonesia. Dengan tegas, Purbaya menekankan bahwa pengawasan dan penegakan hukum menjadi hal utama yang harus dilakukan.
Para pedagang thrifting sebelumnya berharap agar pemerintah memberikan izin legalisasi agar mereka bisa berdagang secara resmi dan membayar pajak. Namun, sikap Menteri Keuangan menunjukkan bahwa kepatuhan hukum terhadap peraturan impor barang menjadi fokus utama, bukan sekadar potensi pajak dari bisnis thrifting.