Otoritas Hong Kong mengumumkan pada Senin bahwa jumlah korban tewas akibat kebakaran kompleks apartemen pekan lalu meningkat menjadi 151 orang, sementara 13 orang telah ditangkap atas dugaan pembunuhan karena kelalaian.
Penangkapan dilakukan setelah penyelidik menemukan bukti bahwa kontraktor sengaja menggunakan bahan konstruksi di bawah standar demi keuntungan, dengan mengorbankan keselamatan penghuni.
Kebakaran besar yang terjadi pada 26 November di kompleks Wang Fuk Court, Tai Po, melahap tujuh dari delapan menara apartemen, menjadikannya tragedi kebakaran paling mematikan di Hong Kong sejak kebakaran gudang tahun 1948 yang menewaskan 176 orang.
Lebih dari 40 orang masih hilang, sementara polisi terus menyisir bangunan-bangunan yang hangus di mana sejumlah jenazah ditemukan dalam kondisi tak lagi utuh.
Kontraktor Diduga Sembunyikan Bahaya dari Inspektur
Pemeriksaan menunjukkan bahwa tujuh dari 20 sampel jaring pelindung hijau pada perancah bambu tidak memenuhi standar tahan api. Komisi Independen Anti Korupsi mengungkapkan bahwa setelah topan merusak jaring asli, kontraktor membeli 2.300 gulungan bahan nonstandar seharga hanya HK$54 (sekitar Rp120 ribu) per gulungan—kurang dari setengah harga bahan yang memenuhi standar.
Bahan tersebut dipasang di lokasi yang sulit dijangkau untuk menghindari inspeksi, sementara 115 gulungan material standar dipasang di area yang mudah terlihat.
“Mereka hanya ingin meraup keuntungan dengan mempertaruhkan nyawa manusia,” ujar Eric Chan, Kepala Sekretaris Hong Kong.
Penyelidikan juga menemukan penggunaan insulasi busa poliuretan yang sangat mudah terbakar, serta alarm kebakaran yang tidak berfungsi di seluruh kompleks.
Padahal, sejak September 2024, sekitar 4.600 penghuni telah melaporkan kekhawatiran terkait risiko kebakaran, namun otoritas tenaga kerja menilai kawasan tersebut sebagai “berisiko rendah.”
Tekanan Politik di Tengah Gelombang Kemarahan Publik
Ribuan warga berkumpul dan berjalan lebih dari satu kilometer untuk meletakkan bunga dan memberi penghormatan kepada para korban. Namun, seruan masyarakat untuk meminta akuntabilitas justru memicu tindakan keras pemerintah.
Miles Kwan, mahasiswa 24 tahun yang meluncurkan petisi menuntut penyelidikan independen atas potensi korupsi dan kelalaian pengawasan konstruksi, ditangkap pada Sabtu oleh polisi keamanan nasional atas tuduhan hasutan. Petisinya, yang sempat mengumpulkan lebih dari 10.000 tanda tangan, telah dihapus.
Kepala Keamanan Hong Kong Chris Tang menyatakan bahwa otoritas akan mengambil “tindakan yang tepat” terhadap komentar online yang dianggap mengancam keamanan nasional, dan pihak keamanan nasional Tiongkok memperingatkan agar tragedi tersebut tidak dijadikan alat untuk “mengacaukan Hong Kong melalui bencana”, mengulang retorika era protes pro-demokrasi 2019.
Dari 13 tersangka yang ditangkap, termasuk direktur perusahaan konstruksi dan subkontraktor perancah, berusia antara 40 hingga 77 tahun, dan pihak berwenang mengindikasikan potensi penangkapan lanjutan. Pemilihan legislatif pada 7 Desember dikonfirmasi tetap akan berlangsung sesuai jadwal.