Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, bersama empat orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi dengan total nilai mencapai Rp 5,75 miliar. KPK mengungkap bahwa sebagian besar dana tersebut digunakan Ardito untuk melunasi utang kampanye.
Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, menjelaskan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025), bahwa Ardito diduga mematok fee sebesar 15–20 persen dari berbagai proyek sejak ia mulai menjabat pada Februari 2025.
Untuk mengatur pemenang pengadaan barang dan jasa di sejumlah dinas, Ardito disebut meminta bantuan anggota DPRD Lampung Tengah, Riki Hendra Saputra (RHS). Pengadaan tersebut diarahkan agar dimenangkan oleh perusahaan milik keluarga maupun tim sukses Ardito saat Pilkada.
Dalam praktiknya, Ardito menerima fee sebesar Rp 5,25 miliar dari para rekanan melalui RHS dan adiknya, Ranu Hari Prasetyo. Aliran dana tersebut berlangsung sepanjang Februari hingga November 2025.
KPK juga menemukan bahwa Ardito meminta Plt Kepala Bapenda Lampung Tengah, Anton Wibowo—yang juga merupakan kerabatnya—untuk mengatur pemenang lelang alat kesehatan di Dinas Kesehatan. Dari proyek itu, Ardito diduga menerima tambahan fee Rp 500 juta melalui Direktur PT Elkaka Mandiri, Mohamad Lukman Sjamsuri.
Secara keseluruhan, Ardito diduga menerima Rp 5,75 miliar, dengan rincian Rp 500 juta sebagai dana operasional dan Rp 5,25 miliar digunakan untuk melunasi pinjaman bank terkait biaya kampanye tahun 2024.
Lima tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini:
-
Ardito Wijaya, Bupati Lampung Tengah 2025–2030
-
Riki Hendra Saputra, anggota DPRD Lampung Tengah
-
Ranu Hari Prasetyo, adik Bupati Lampung Tengah
-
Anton Wibowo, Plt Kepala Bapenda Lampung Tengah
-
Mohamad Lukman Sjamsuri, Direktur PT Elkaka Mandiri