Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengungkap fakta mengejutkan: sejak 1998, 80% hasil timah Indonesia diselundupkan ke luar negeri, menyebabkan negara kehilangan puluhan triliun rupiah setiap tahun.
Dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa (9/12), ia menyebut hanya 20% produksi nasional yang tercatat dan dikelola PT Timah.
“80 persen dibawa ke luar tanpa pajak, tanpa kewajiban apa pun,” tegas Sjafrie. Ia menyebut kondisi ini sebagai ironi besar bagi bangsa yang kaya mineral, namun kehilangan sebagian besar kekayaannya di jalur gelap.
Pendapatan PT Timah Merosot Drastis
Akibat praktik penyelundupan yang sudah berlangsung hampir tiga dekade, PT Timah disebut jauh dari potensi sesungguhnya.
Menurut Sjafrie, perusahaan BUMN itu seharusnya mampu meraih pendapatan Rp 20–25 triliun per tahun, namun realisasinya hanya sekitar Rp 1,3 triliun.
Ia bahkan mengingatkan bahwa PT Timah pernah menjadi tulang punggung ekonomi nasional, setara dengan Pertamina pada masa jayanya—sebelum perlahan runtuh akibat kebocoran yang tak kunjung tertutup.
Malaysia Jadi Tujuan Utama Penyelundupan
Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) mengungkap bahwa Malaysia menjadi salah satu destinasi terbesar penyelundupan ore timah.
Ketua Umum AETI Harwendro Adityo Dewanto menyebut Malaysia mengakui menerima 1.000 ton per bulan—sekitar 12.000 ton per tahun.
Jika dikonversi ke timah batangan dengan harga saat ini, nilainya mencapai Rp 45–47 triliun. AETI menyebut praktik ini dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan tersembunyi, sehingga nyaris mustahil terdeteksi tanpa operasi besar.
Pemerintah Lakukan Operasi Besar-besaran
Menanggapi temuan tersebut, Presiden Prabowo Subianto pada 1 September 2025 memerintahkan TNI, Polri, dan Bea Cukai melakukan operasi besar-besaran di Kepulauan Bangka Belitung.
Hasilnya: sekitar 1.000 tambang ilegal ditutup, dengan potensi penyelamatan negara Rp 22 triliun pada 2025 dan Rp 45 triliun pada 2026.
Pada Oktober 2025, pemerintah juga menyita aset enam perusahaan tambang ilegal dengan total kerugian negara mencapai Rp 300 triliun, yang kemudian diserahkan kepada PT Timah.
Sjafrie menegaskan Indonesia pernah sukses menekan penyelundupan pada 1977, tetapi keberhasilan itu hanya bertahan 21 tahun. Ia menilai dibutuhkan pendekatan geostrategis, geopolitik, dan geoekonomi untuk memastikan sumber daya alam tidak kembali terkuras.