BOGOR — Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan kebijakan holdingisasi BUMN terbukti secara ilmiah mampu memperkuat kinerja perusahaan negara, termasuk BUMN strategis pangan, berdasarkan riset akademik terkini yang ia paparkan di Institut Pertanian Bogor.
Pernyataan tersebut disampaikan Wamentan Sudaryono usai menjalani sidang promosi doktor di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor, Senin (15/12/2025), yang menjadi forum akademik pengujian kebijakan holdingisasi BUMN.
Dalam sidang itu, Sudaryono yang akrab disapa Mas Dar mempertahankan disertasi berjudul “Evaluasi dan Strategi Optimisasi Kinerja BUMN Pasca Kebijakan Holdingisasi di Indonesia” yang menelaah dampak nyata holdingisasi terhadap performa BUMN.
Ia menegaskan bahwa kesimpulan disertasinya sepenuhnya berbasis riset dan kajian ilmiah, bukan pandangan personal, sehingga temuan tersebut dapat dijadikan rujukan kebijakan publik.
“Ini bukan bicara opini, tetapi hasil riset. Dari sudut pandang kinerja BUMN, holdingisasi adalah kebijakan yang tepat. Tentu ada catatan yang harus diperhatikan, tetapi sebagai sebuah kebijakan, ini keputusan yang benar,” kata Wamentan Sudaryono.
Menurutnya, arah kebijakan holdingisasi yang diterapkan pemerintah, termasuk pembentukan superholding dan Danantara Indonesia, selaras dengan temuan akademik dan memperkuat fondasi pengelolaan BUMN ke depan.
Ia menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk melanjutkan dan memperkuat kebijakan holdingisasi merupakan langkah strategis yang didukung bukti ilmiah.
“Penelitian ini menegaskan bahwa kebijakan holdingisasi pemerintah, termasuk Danantara Indonesia yang diputuskan Presiden Prabowo Subianto, adalah kebijakan yang tepat. Ini sesuai dengan hasil riset, bukan pendapat pribadi saya,” tegasnya.
Meski demikian, Sudaryono menggarisbawahi dua catatan penting pascaholdingisasi, yakni disiplin pengelolaan keuangan serta percepatan penyelarasan tata kelola antarperusahaan dalam satu holding.
Ia menjelaskan bahwa likuiditas perusahaan dan pengelolaan utang harus diawasi ketat agar kesehatan keuangan holding tetap terjaga.
“Likuiditas atau current ratio serta pengelolaan utang atau debt to equity ratio harus benar-benar dicermati. Yang kedua, penyelarasan setelah perusahaan-perusahaan bergabung harus dipercepat,” jelasnya.
Sudaryono mencontohkan sektor pangan sebagai ilustrasi keberhasilan awal holdingisasi melalui pembentukan ID FOOD, PTPN Group, dan Pupuk Indonesia Group.
Ia menyebut tantangan utama ke depan adalah memastikan proses integrasi dan harmonisasi kebijakan internal berjalan cepat agar peningkatan kinerja dapat segera dirasakan.
Salah satu bukti konkret terlihat pada PT Pupuk Indonesia yang mengalami peningkatan efisiensi setelah kebijakan subsidi pupuk direvisi.
Ia menjelaskan bahwa pengalihan skema subsidi dari produk akhir ke bahan baku melalui revisi Perpres berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.
“Dari efisiensi dan efektivitas bisnis Pupuk Indonesia, tercipta efisiensi sebesar Rp4,1 triliun. Sekitar Rp3,6 triliun dikembalikan ke rakyat dalam bentuk diskon pupuk bersubsidi sebesar 20 persen, tanpa tambahan anggaran APBN,” ujarnya.
Menurut Sudaryono, kondisi tersebut menunjukkan bahwa BUMN yang sehat secara bisnis justru memiliki ruang lebih besar untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
Ia menekankan bahwa penguatan BUMN pangan bukan hanya soal penugasan pelayanan publik, tetapi juga memastikan keberlanjutan dan daya saing perusahaan.
“BUMN itu perusahaan bisnis. Kalau sehat, efisien, dan efektif, maka dia bisa berbuat lebih banyak untuk rakyat. Contohnya Pupuk Indonesia, dari hasil keringat kerjanya sendiri, subsidi pupuk bisa didiskon dan manfaatnya langsung dirasakan petani,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Sudaryono menegaskan pentingnya kebijakan publik yang dirumuskan berdasarkan riset dan bukti ilmiah.
Ia menilai riset berperan penting dalam mendekatkan proses pengambilan kebijakan pada kebenaran ilmiah, bukan sekadar preferensi subjektif.
“Pendapat pribadi itu banyak. Tapi pendapat yang didukung literasi, teori, dan landasan keilmuan tidak mudah. Di situlah fungsi riset, agar kebijakan yang diambil lebih mendekati kebenaran,” katanya.
Ia juga menyebut keterlibatan langsung dalam pemerintahan menjadi salah satu cara agar gagasan berbasis riset dapat diwujudkan secara nyata.
Menutup pernyataannya, Sudaryono menekankan sinergi antara riset, kebijakan, dan kepemimpinan sebagai fondasi pengelolaan BUMN ke depan.
Ia berharap penguatan tata kelola dan pendekatan bisnis yang sehat mampu menjadikan BUMN pangan lebih tangguh dalam mendukung ketahanan pangan, swasembada, dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.***