JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menanggapi kasus dugaan mega korupsi yang melibatkan Pertamina Patra Niaga. Korupsi tata kelola minyak mentah yang merugikan negara mencapai hingga Rp193,7 triliun.
Prabowo menegaskan pihaknya akan bergerak cepat dalam menuntaskan kasus mega korupsi tersebut. “Lagi diurus itu semua, ya. Lagi diurus semua,” tegas Prabowo saat meresmikan Layanan Bank Emas di The Gade Tower, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Prabowo menambahkan komitmennya untuk membersihkan praktik korupsi yang ada dan menegakkan kepentingan rakyat. “Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat,” tambahnya.
Kasus ini turut mendapat perhatian serius dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka terlibat dalam dugaan penggelapan dalam tata kelola minyak mentah yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Kejagung mengungkap bahwa Pertamina Patra Niaga mengabaikan pasokan minyak dalam negeri, dengan sejumlah alasan yang dipertanyakan.
Kejagung Bongkar Praktik Korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah
Sementara itu, pada kesempatan yang berbeda Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksagung, Abdul Qohar menuturkan para tersangka dalam kasus ini terlibat dalam sejumlah tindakan yang merugikan negara. Tersangka utama RS Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, bersama dengan SDS, Direktur Optimasi Feedstock dan Produk, serta YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, dilaporkan menggelar rapat untuk memutuskan impor minyak mentah.
“Ada permufakatan jahat antara tersangka SDS, tersangka AP, tersangka RS dan tersangka YF bersama DMUT/broker, yakni tersangka MK, tersangka DW, dan tersangka GRJ sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur,” jelas Qohar dalam konferensi pers, Selasa (25/2/2025).
Blending yang Melawan Hukum hingga Mark Up Kontrak
Dalam penjelasan lebih lanjut, Qohar mengungkapkan bahwa Riva Siahaan mengimpor bahan bakar minyak dengan kadar RON 90, yang setara dengan Pertalite, meskipun dalam kontrak tercatat pembelian untuk RON 92. Setelah itu, terjadi proses blending di depo untuk mengubahnya menjadi RON 92, sebuah praktik yang melanggar ketentuan yang berlaku.
Lebih lanjut, Qohar juga menyebutkan adanya praktik mark up kontrak untuk pengiriman minyak yang dilakukan oleh Yoki Firnandi. Hal ini menyebabkan negara harus membayar fee yang tinggi, berkisar antara 13-15 persen. Keuntungan dari skema tersebut diduga mengalir kepada M. Kerry Andrianto Riza, yang berperan sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Dampak Korupsi Terhadap Harga BBM dan Subsidi Negara
Korupsi dalam tata kelola minyak mentah ini berdampak pada harga dasar bahan bakar minyak (BBM). Karena mayoritas pasokan minyak dalam negeri diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, harga BBM pun mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan harga ini pada gilirannya menjadi dasar pemberian kompensasi dan subsidi bahan bakar minyak yang harus dikeluarkan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan terungkapnya skandal ini, pemerintah melalui Kejagung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus korupsi di sektor energi dan memastikan hak rakyat untuk mendapatkan BBM dengan harga yang wajar terlindungi.
Prabowo menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk membersihkan sektor energi dari praktik-praktik koruptif. Upaya ini diyakini akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas di tubuh BUMN, khususnya Pertamina Patra Niaga.
“Proses ini sedang berjalan dan kami akan pastikan sektor energi dikelola dengan baik untuk kepentingan rakyat,” pungkas Prabowo.




