JAKARTA – Penelitian Universitas Indonesia mengungkap air hujan di Jakarta tercemar mikroplastik dengan konsentrasi tinggi. Temuan ini viral di media sosial dan memicu kekhawatiran soal dampaknya bagi kesehatan dan lingkungan.
Penelitian yang dilakukan tim dosen dan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA UI) menemukan partikel mikroplastik di sampel air hujan yang dikumpulkan dari berbagai titik di Jakarta. Mikroplastik, yaitu potongan plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, berasal dari degradasi sampah plastik, ban kendaraan, hingga serat pakaian sintetis. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal internasional dan menjadi sorotan karena menyoroti krisis polusi plastik di perkotaan.
Menurut Dr. Muhammad Reza Cordova, peneliti utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mikroplastik memang telah menjadi polutan global yang sulit dihindari.
“Mikroplastik sudah ada di mana-mana, termasuk di udara, air, dan bahkan makanan kita,” ujar Reza dalam wawancara dengan detikHealth.
Ia menambahkan bahwa di Jakarta, konsentrasi mikroplastik di air hujan mencapai rata-rata 20–30 partikel per liter, lebih tinggi dibanding daerah pedesaan.
Namun, pakar lingkungan dari UI, Prof. Dr. Eko Siswanto, menegaskan bahwa temuan ini bukan berarti air hujan langsung berbahaya untuk dikonsumsi tanpa pengolahan.
“Ini sinyal bahaya polusi, tapi bukan berarti setiap tetes hujan beracun. Mikroplastik bisa terakumulasi di tubuh manusia melalui rantai makanan, berpotensi mengganggu hormon dan sistem imun,” kata Eko.
Ia merujuk data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebut mikroplastik telah terdeteksi di darah manusia pada 80% sampel global.
Faktor Penyebab Utama
Jakarta sebagai megacity dengan 10 juta penduduk menghasilkan 7.000 ton sampah plastik per hari, menurut data Dinas Lingkungan Hidup DKI. Pembakaran sampah ilegal, lalu lintas padat, dan banjir yang membawa limbah ke atmosfer memperburuk situasi.
Studi UI juga membandingkan dengan kota lain seperti Bandung (15 partikel/liter) dan Surabaya (25 partikel/liter), menunjukkan Jakarta paling parah akibat kepadatan aktivitas.
Langkah Pemerintah dan Rekomendasi Pakar
Pemerintah DKI merespons dengan rencana penguatan pengelolaan sampah.
“Kami akan tingkatkan edukasi reduce plastic dan teknologi pemantauan udara,” kata Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Sementara itu, BRIN merekomendasikan penggunaan filter air canggih (advanced) dan pengurangan plastik sekali pakai sebagai langkah mitigasi.
Saran untuk Masyarakat
Bagi masyarakat, ahli menyarankan untuk menghindari konsumsi air hujan secara langsung, terutama di musim hujan seperti sekarang.
“Gunakan air tanah atau PDAM yang difilter, dan kurangi penggunaan plastik,” tambah Reza.
Penelitian ini juga membuka peluang riset lanjutan tentang dampak kesehatan jangka panjang, termasuk risiko kanker dan gangguan reproduksi.
Temuan ini menegaskan urgensi aksi global melawan polusi plastik, sejalan dengan target SDGs PBB untuk mengurangi limbah laut hingga 2030. Di Indonesia, undang-undang pengelolaan sampah sudah ada, tapi implementasi masih perlu ditingkatkan.