PHNOM PENH – Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menyatakan kesiapan negaranya untuk membuka jalur negosiasi dengan Amerika Serikat (AS), menyusul rencana kenaikan tarif impor AS terhadap produk Kamboja sebesar 49 persen.
Langkah tersebut diambil setelah pemerintah AS, pada Rabu (2/4), mengumumkan kebijakan tarif timbal balik yang menyasar puluhan mitra dagangnya, termasuk Kamboja. Tarif baru tersebut dijadwalkan mulai berlaku pada 9 April 2025.
Dalam surat resmi yang dikirim kepada Presiden AS Donald Trump, Hun Manet menyampaikan permintaan untuk membuka dialog dan meminta penundaan atas tarif tinggi tersebut.
“Kamboja mengajukan negosiasi dengan pemerintah Anda dalam waktu sesegera mungkin dan berharap agar pemerintah Anda dapat mempertimbangkan untuk menunda penerapan tarif yang disebutkan di atas,” ujar Hun Manet.
Ia menambahkan, tarif maksimum yang saat ini berlaku di Kamboja adalah sebesar 35 persen.
“Sebagai ungkapan itikad baik kami dan dalam semangat memperkuat hubungan perdagangan bilateral kami, Kamboja berkomitmen untuk mempromosikan impor produk yang berasal dari AS dengan segera mengurangi 19 kategori produk dari tarif batas maksimum 35 persen menjadi tarif yang berlaku sebesar 5 persen,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hun Manet mengatakan bahwa ia telah menginstruksikan Menteri Perdagangan Kamboja untuk segera menjalin komunikasi dengan Perwakilan Dagang AS guna membuka ruang pembicaraan lebih lanjut.
“Dalam hal ini, saya juga telah menugaskan Menteri Perdagangan saya untuk menjalin komunikasi dengan Perwakilan Dagang AS,” imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa Kamboja tetap berkomitmen menjalani dialog secara terbuka dan konstruktif demi memperdalam hubungan perdagangan antara kedua negara.
“Kamboja tetap berkomitmen penuh untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif dan produktif dengan pemerintah AS guna memperdalam lebih lanjut perdagangan bilateral, sehingga kedua negara dan masyarakat dapat menikmati manfaat nyata dari hubungan perdagangan yang signifikan,” tutupnya.