JAKARTA – Badai musim dingin yang disertai hujan deras, angin kencang, dan suhu membekukan menelan korban jiwa di Jalur Gaza. Dua anak dan tiga pria Palestina dilaporkan meninggal dunia ketika tenda pengungsian dan bangunan rapuh runtuh diterjang cuaca ekstrem, menurut sumber medis dan Pertahanan Sipil, dilansir dari Anadolu, Minggu (14/12/2025).
Tiga korban tewas terjadi pada Jumat dalam insiden terpisah akibat robohnya bangunan. Dua bersaudara, Khader dan Khalil Iyhab Hanouna, meninggal setelah dinding menimpa tenda mereka di Gaza City. Di wilayah utara, tim Pertahanan Sipil menemukan satu jenazah di Beit Lahia, Jabalia, setelah sebuah rumah ambruk.
Selain itu, dua anak Palestina meninggal akibat paparan dingin ekstrem di lokasi pengungsian berbeda. Hadeel Hamdan (9) tewas di sebuah sekolah yang dialihfungsikan sebagai pusat pengungsian, sementara seorang bayi, Taym al-Khawaja, meninggal di Kamp Pengungsi Shati setelah tinggal di rumah rusak akibat serangan Israel. Sehari sebelumnya, bayi perempuan Rahaf Abu Jazar dilaporkan meninggal di Khan Younis karena tenda keluarganya terendam hujan.
Perwakilan WHO untuk Wilayah Palestina, Richard Peeperkorn, menyebut badai musim dingin yang dinamai Byron memperburuk kondisi pengungsi Gaza. Ia menegaskan tempat perlindungan di Gaza “memprihatinkan,” dengan banyak keluarga tinggal di kawasan pesisir rendah tanpa drainase dan perlindungan memadai, sehingga rentan terhadap penyakit.
Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, 10 orang meninggal dalam 24 jam terakhir akibat hujan lebat dan suhu dingin. Selain korban jiwa, tiga bangunan dilaporkan roboh di barat Gaza City pada Kamis (11/12).
Pertahanan Sipil mencatat sekitar 250.000 keluarga kini bertahan di kamp-kamp pengungsian, banyak di antaranya menghadapi banjir dan cuaca dingin di tenda-tenda rapuh.
Meski gencatan senjata dengan Israel berlaku sejak 10 Oktober, kondisi kemanusiaan di Gaza belum membaik. Israel masih membatasi masuknya truk bantuan, yang dinilai melanggar protokol kesepakatan. Sejak Oktober 2023, serangan Israel dilaporkan menewaskan lebih dari 70.000 orang dan melukai lebih dari 171.000 lainnya, mayoritas perempuan dan anak-anak.