JAKARTA – Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama (Kemenag) tengah mengembangkan kurikulum cinta yang dirancang untuk memperkuat kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Kurikulum ini disusun dengan melibatkan berbagai tokoh agama dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bogor, termasuk perwakilan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
Selain itu, perwakilan dari Bimas Islam, Bimas Kristen, Bimas Katolik, Bimas Buddha, Bimas Hindu, Badan Moderasi Beragama, dan Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu turut berpartisipasi dalam penyusunan kurikulum ini.
Para pakar dari Teras Kebhinekaan dan Universitas Padjajaran juga dilibatkan untuk memberikan kontribusi akademis.
Kepala PKUB, Adib Abdushomad, menyatakan bahwa inisiatif ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan Menteri Agama (Menag) yang menekankan pentingnya kerukunan umat beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Menag juga menekankan pentingnya internasionalisasi praktik baik kerukunan umat beragama yang telah diterapkan di Indonesia,” ujarnya di Bogor, Selasa (25/2/2025).
Proses finalisasi kurikulum cinta ini dibahas dalam kegiatan selama tiga hari, yang juga mencakup peluncuran platform sindikasi media kerukunan sebagai sarana internasionalisasi praktik baik kerukunan umat beragama di Indonesia.
Selain itu, konsep ekoteologi dan implementasinya melalui aksi penanaman pohon di rumah ibadah dibahas sebagai simbol kepedulian terhadap lingkungan. Strategi peningkatan indeks kerukunan umat beragama juga menjadi topik diskusi.
Adib Abdushomad menegaskan bahwa pada 2025, PKUB menargetkan peningkatan indeks kerukunan umat beragama di Indonesia.
“Hari ini kita meluncurkan platform sindikasi media kerukunan yang akan menjadi sarana informatif sekaligus upaya internasionalisasi praktik baik kerukunan umat beragama di Indonesia. Dengan adanya platform ini, negara-negara lain dapat belajar dari Indonesia dan menjadikan kita sebagai pionir dalam membangun harmoni antarumat beragama,” ujarnya.
Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah konkret dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjadikan Indonesia sebagai contoh bagi dunia dalam membangun kehidupan beragama yang harmonis dan inklusif.
Tujuan Kurikulum Cinta
Sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya pendidikan yang menanamkan nilai cinta kasih dan toleransi sejak dini.
Dalam upaya mengurangi potensi konflik antarumat beragama, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengusulkan penerapan ‘Kurikulum Cinta’ dalam sistem pendidikan nasional. Ia menyoroti bahwa pengajaran agama yang eksklusif dapat memicu kebencian terhadap pemeluk agama lain.
“Jadi ada teologi kebencian dengan agama lain. Bayangkan kalau anak-anak kecil semuanya dibekali pemahaman agama yang sama, penanaman kebencian satu sama lain,” ujar Nasaruddin beberapa waktu lalu.
‘Kurikulum Cinta’ diharapkan mampu membentuk generasi yang menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Nasaruddin menegaskan bahwa meskipun keyakinan berbeda, rasa saling menghormati harus tetap dijaga.
Selain itu, kurikulum ini juga bertujuan menghapus bias gender dalam masyarakat. Nasaruddin menekankan pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan untuk mencegah dominasi yang dapat berujung pada pelecehan.
“Jadi sekarang, sekaligus kita menyusun kurikulum mana yang (tidak) akan memojokkan perempuan dan mengistimewakan laki-laki, (karena) kita sama-sama khalifah,” tambahnya.***




