Banjir dan longsor besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November 2025 menimbulkan kerugian ekonomi nasional mencapai Rp68,67 triliun, setara 0,29% Produk Domestik Bruto (PDB), menurut laporan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) yang dirilis Senin (1/12/2025).
Bencana akibat Siklon Tropis Senyar ini juga merenggut 604 korban jiwa, sementara 464 orang masih hilang dan 2.600 orang terluka hingga Senin petang.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menegaskan bahwa dampak bencana ini tidak hanya dirasakan di tingkat lokal, tetapi juga mengganggu rantai pasok dan distribusi barang antarwilayah di Indonesia.
“Ketika terjadi bencana hingga memutuskan transportasi, dampaknya bukan hanya di provinsi tersebut, namun secara nasional juga ikut terdampak,” ujarnya.
Di tingkat regional, kerugian ekonomi diperkirakan mencapai:
-
Aceh: Rp2,04 triliun
-
Sumatera Utara: Rp2,07 triliun
-
Sumatera Barat: Rp2,01 triliun
Perhitungan tersebut mencakup kerusakan rumah, jembatan, jalan, lahan pertanian, serta kehilangan pendapatan warga selama masa pemulihan.
Deforestasi Memperparah Dampak Bencana
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti bahwa skala kerusakan diperburuk oleh deforestasi masif. Sebanyak 1,4 juta hektare tutupan hutan hilang di tiga provinsi sejak 2016 hingga 2025 akibat izin eksploitasi sumber daya alam di Pegunungan Bukit Barisan, termasuk sektor pertambangan, perkebunan sawit, dan proyek energi.
“Infrastruktur ekologis yang lemah tidak lagi mampu menahan dampak siklon tropis,” ujar Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye WALHI Nasional.
Ia menilai orientasi kebijakan yang mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi justru memperbesar kerentanan terhadap krisis iklim.
CELIOS juga mencatat bahwa kerugian ekonomi Aceh jauh melampaui penerimaan negara bukan pajak dari sektor tambang yang hanya Rp929 miliar hingga 31 Agustus 2025.
Bhima menilai perlu adanya moratorium izin tambang dan perluasan kebun sawit serta percepatan transisi ekonomi berkelanjutan.
“Tanpa perubahan struktur ekonomi, bencana ekologis akan berulang dengan kerugian yang lebih besar,” tegasnya.
Respons Pemerintah
Pemerintah provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menetapkan status tanggap darurat 14 hari sejak 27–28 November hingga 10–11 Desember 2025. BMKG mencatat curah hujan ekstrem mencapai 310,8 mm per hari di Aceh Utara dan 262,2 mm per hari di Medan, setara volume hujan bulanan yang turun dalam satu hari.
Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menjelaskan bahwa Siklon Tropis Senyar yang terbentuk di Selat Malaka pada 26 November merupakan fenomena langka yang memicu bencana berskala besar. Data BNPB menunjukkan 1,5 juta warga terdampak, dengan 570 ribu orang mengungsi.