JAKARTA — Skandal besar menimpa industri pangan nasional setelah Satgas Pangan Polri menyita 132 ton lebih beras oplosan yang diklaim sebagai premium, namun ternyata tidak memenuhi standar kualitas.
Produk tersebut diproduksi oleh PT Food Station (FS), perusahaan yang selama ini dikenal sebagai pemasok beras dalam skala besar.
Hasil penyelidikan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri mengungkap bahwa beras bermerek premium itu ternyata tidak sesuai standar nasional, dan dijual dalam berbagai kemasan.
Penyitaan dilakukan setelah uji laboratorium menunjukkan ketidaksesuaian kualitas beras dengan regulasi nasional.
Skandal beras oplosan PT Food Station ini membuka borok tata niaga pangan yang selama ini dinilai tidak transparan.
“Barang bukti yang disita terdiri dari beras kemasan 5 kilogram berbagai merek beras premium produksi PT FS sebanyak 127,3 ton, dan kemasan 2,5 kilogram sebanyak 5,35 ton,” ujar Dirtipideksus sekaligus Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/8/2025).
Dokumen Internal Jadi Petunjuk Kunci
Penyidik tidak hanya menyita beras, tetapi juga mengamankan dokumen-dokumen penting seperti hasil produksi, SOP perusahaan, dokumen izin edar, serta laporan pengendalian mutu.
Berdasarkan hasil uji laboratorium dari Kementerian Pertanian terhadap empat merek—Setra Ramos Biru, Setra Ramos Merah, Setra Pulen, dan Setra Wangi—semuanya gagal memenuhi standar mutu premium.
Hal ini sebagaimana diatur dalam SNI 6128:2020, Peraturan Menteri Pertanian No. 31 Tahun 2017, serta aturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023.
Temuan penting lainnya adalah penggeledahan di kantor dan gudang PT FS di dua lokasi: Cipinang, Jakarta Timur, dan Subang, Jawa Barat.
Dari sini, penyidik menyimpulkan adanya manipulasi mutu yang dilakukan secara sistematis.
Sampel juga diambil dari pasar tradisional hingga modern untuk pembuktian menyeluruh.
Instruksi Turunkan Mutu: Bukti Dugaan Manipulasi Terencana
Dugaan permainan mutu semakin kuat setelah penyidik menemukan dokumen internal perusahaan berupa notulen rapat tertanggal 17 Juli 2025.
Dokumen tersebut memuat instruksi eksplisit dari manajemen PT FS untuk menurunkan kadar beras patah dari 14–15 persen menjadi 12 persen, sebagai respons terhadap investigasi terbuka oleh Menteri Pertanian.
Ini dianggap sebagai upaya menyamarkan kualitas sebenarnya dari produk beras yang beredar.
Instruksi kerja internal juga ditemukan tidak memperhitungkan penurunan mutu selama distribusi, yang artinya mutu premium hanya bertahan di awal produksi—dan tak sesuai dengan kondisi saat produk sampai ke tangan konsumen.
Tiga Petinggi PT FS Jadi Tersangka, Terancam 20 Tahun Penjara
Setelah mengumpulkan cukup bukti, penyidik resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Direktur Utama PT FS Karyawan Gunarso (KG), Direktur Operasional Ronny Lisapaly (RL), dan Kepala Seksi Quality Control berinisial RP.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ancaman pidana yang dihadapi cukup berat. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen, para tersangka terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp2 miliar.
Sementara dalam UU TPPU, ancaman hukuman bisa mencapai 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp10 miliar.***




