LONDON – Britania bersiap menyepakati perubahan paling signifikan dalam hubungan dengan Uni Eropa sejak Brexit pada Senin ini (19//2025), dengan tujuan memperkuat kerja sama dalam bidang perdagangan dan pertahanan guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan keamanan kawasan.
Perdana Menteri Keir Starmer, yang sebelumnya mendukung tetap berada di Uni Eropa, mengambil langkah berani dengan mendekatkan kembali Britania ke Eropa. Ia meyakini manfaat nyata bagi warga akan lebih penting ketimbang tudingan “pengkhianatan Brexit” dari para kritikus seperti pemimpin Reform UK, Nigel Farage. Langkah ini akan diumumkan dalam pertemuan puncak di London.
Starmer akan menegaskan bahwa dunia telah berubah sejak Britania keluar dari blok tersebut pada 2020. Inti dari reset hubungan ini adalah perjanjian pertahanan dan keamanan yang dapat membuka jalan bagi perusahaan pertahanan Britania untuk ikut serta dalam program rearmament Eropa senilai 150 miliar euro (setara $167 miliar).
Negosiasi terkait reset ini berlangsung intens hingga larut malam. Tiga sumber yang mengetahui pembicaraan menyebutkan telah tercapai terobosan sebelum pertemuan Starmer dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Antonio Costa pada Senin. Duta besar Uni Eropa dijadwalkan mengesahkan kesepakatan tersebut dalam pertemuan di Brussels.
Perubahan arah ini muncul di tengah perubahan besar dalam tatanan global, menyusul kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mengguncang tatanan pascaperang serta invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina. Kedua peristiwa ini telah mendorong negara-negara di seluruh dunia meninjau kembali hubungan perdagangan, pertahanan, dan keamanan mereka.
Sebelumnya, Britania telah menyepakati perjanjian perdagangan dengan India dan mendapatkan keringanan tarif dari Amerika Serikat. Uni Eropa pun mempercepat upaya menjalin kesepakatan perdagangan dengan negara-negara seperti India serta memperdalam kemitraan dengan Kanada, Australia, Jepang, dan Singapura.
Dalam perundingan dengan Uni Eropa, Britania berharap dapat memangkas pemeriksaan perbatasan dan dokumen yang memperlambat ekspor produk makanan dan pertanian antara kedua wilayah. Di sisi lain, akses lebih cepat ke gerbang elektronik (e-gates) untuk pelancong asal Britania di bandara-bandara Uni Eropa diperkirakan akan sangat disambut baik publik.
Sebagai imbalannya, Britania diperkirakan akan menyetujui skema mobilitas pemuda yang terbatas dan kemungkinan ikut serta kembali dalam program pertukaran pelajar Erasmus+. Sementara itu, Prancis juga menginginkan kesepakatan jangka panjang terkait hak penangkapan ikan — salah satu isu paling sensitif selama proses Brexit.
Ruang Manuver yang Terbatas
Referendum bersejarah pada 2016 yang membawa Britania keluar dari Uni Eropa mengungkapkan kedalaman perpecahan dalam negeri terkait isu migrasi, kedaulatan, budaya, hingga perdagangan. Hasilnya menjerumuskan negara ke dalam salah satu periode paling bergolak dalam sejarah politiknya, dengan lima perdana menteri silih berganti sebelum Starmer menjabat pada Juli lalu. Hubungan dengan Brussels pun memburuk tajam.
Survei terbaru menunjukkan mayoritas warga kini menyesali keputusan Brexit, meski belum menginginkan bergabung kembali dengan Uni Eropa. Farage, tokoh lama gerakan Brexit, memimpin sejumlah jajak pendapat, membatasi ruang gerak politik Starmer.
Namun, hubungan Starmer dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron tergolong erat, terutama karena dukungan keduanya terhadap Ukraina. Selain itu, Starmer tidak terlibat dalam pertikaian Brexit sebelumnya, yang turut membantu membangun kembali sentimen positif dengan mitra Eropa.
“Membuka Tabu”
Manfaat ekonomi dari kesepakatan ini memang terbatas oleh janji Starmer untuk tidak kembali ke pasar tunggal atau serikat pabean Uni Eropa. Namun, ia berupaya menegosiasikan akses pasar yang lebih baik di sejumlah sektor—sebuah tantangan tersendiri mengingat Uni Eropa menolak pendekatan “cherry picking”, yaitu menikmati manfaat keanggotaan tanpa memikul kewajibannya.
Penghapusan hambatan birokrasi dalam perdagangan makanan akan mengharuskan Britania menerima pengawasan Uni Eropa atas standar produknya. Starmer kemungkinan akan berargumen bahwa ini adalah harga yang layak demi menekan harga pangan dan mendorong perekonomian yang lesu.
Kesepakatan jangka panjang mengenai hak penangkapan ikan juga diperkirakan akan ditentang keras oleh Farage, sementara Partai Konservatif menyebut pertemuan hari Senin sebagai “KTT penyerahan diri”.
Seorang pakar perdagangan yang pernah menjadi penasihat di London dan Brussels mengatakan pemerintah perlu “membuka tabu” terhadap penerimaan aturan Uni Eropa, dan melakukannya demi membantu petani serta pelaku usaha kecil merupakan langkah cerdas.
Para analis perdagangan juga mencatat bahwa fokus pada pertahanan menjadikan kesepakatan ini lebih seimbang dan masuk akal dalam konteks dunia yang semakin tidak stabil.
“Ketika gangguan perdagangan begitu nyata dan besar,” ujar Allie Renison, mantan pejabat perdagangan pemerintah Britania di firma konsultasi SEC Newgate dilansir dari Reuters, “maka segala hal yang bisa mengurangi hambatan dengan mitra dagang terbesar negara adalah langkah yang masuk akal.”