Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, ditangkap oleh otoritas Prancis di Bandara Le Bourget, Paris, setelah tiba dengan jet pribadinya. Pengusaha teknologi asal Rusia ini, yang kini berbasis di Dubai, ditahan pada Sabtu malam (24/8) dengan tuduhan yang belum secara spesifik diungkapkan, namun berkaitan dengan platform pesan yang ia dirikan.
Penangkapan ini terjadi seiring dengan adanya penyelidikan awal oleh polisi Prancis, yang dilaporkan menyoroti dugaan kurangnya moderasi konten di Telegram. Pihak berwenang menduga bahwa kelemahan dalam moderasi ini memungkinkan aktivitas kriminal berkembang di platform tersebut tanpa kendali.
Kedutaan Besar Rusia di Prancis merespons cepat, dengan melaporkan bahwa mereka sedang mengupayakan langkah-langkah segera untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut terkait situasi ini. Media Rusia TASS menyebutkan bahwa para pejabat diplomatik Rusia sedang bekerja keras untuk mendapatkan informasi tambahan.
Durov, yang kekayaannya diperkirakan mencapai $15,5 miliar, dilaporkan sedang dalam perjalanan dari Azerbaijan ketika ia ditangkap sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Hingga saat ini, baik Telegram maupun otoritas Prancis belum memberikan tanggapan resmi terkait insiden ini.
Telegram, yang memiliki hampir 900 juta pengguna aktif di seluruh dunia, termasuk di Rusia dan Ukraina, telah menjadi alat penting dalam komunikasi selama konflik di Ukraina. Platform ini digunakan oleh pemerintah, militer, dan warga sipil untuk menyebarkan informasi, yang sering kali tidak melalui penyaringan atau moderasi.
Reaksi cepat pun muncul dari kalangan politik dan diplomatik Rusia, dengan beberapa tokoh mengkritik tindakan Prancis dan menyerukan protes di kedutaan-kedutaan Prancis di seluruh dunia. Sementara itu, Telegram masih diam mengenai penangkapan ini, dan otoritas Prancis belum memberikan pernyataan resmi.