JAKARTA – Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko, menegaskan bahwa tidak ada prajurit TNI yang terlibat dalam insiden fisik antara masyarakat dan aparat keamanan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, yang terjadi beberapa hari yang lalu.
Agung Handoko memberikan klarifikasi ini setelah melakukan peninjauan langsung di Pulau Rempang, sebagai respons terhadap isu yang beredar luas di media sosial yang menyebutkan adanya dugaan keterlibatan TNI dalam upaya pembebasan lahan di Pulau Rempang, Batam.
Jenderal bintang dua TNI AU tersebut juga menegaskan bahwa prajurit TNI yang hadir di Pulau Rempang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada aparat kepolisian jika dibutuhkan, khususnya dalam menjaga stabilitas keamanan di wilayah tersebut.
“Perlu dijelaskan bahwa TNI tidak terlibat dalam pelanggaran apapun di Pulau Rempang. Kami tetap mematuhi prosedur yang ada dan bekerja sama dengan Polri,” ujar Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko dalam Seminar Pertahanan Nasional di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Rabu, 20 September 2023.
Agung Handoko juga menambahkan bahwa saat ini tim dari Pusat Polisi Militer TNI masih berada di Pulau Rempang untuk melakukan pemantauan secara langsung dan mengantisipasi kemungkinan adanya pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh prajurit TNI dalam proses pembebasan lahan masyarakat di Pulau Rempang.
Pengiriman tim khusus Puspom TNI ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada anggota TNI yang terlibat dalam konflik lahan atau mendukung konflik tersebut di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
“Kami telah mengirimkan personel Polisi Militer TNI untuk memastikan bahwa tidak ada keterlibatan prajurit TNI dalam konflik ini, baik sebagai provokator atau memiliki lahan yang tidak sah di sana. Kami telah memberikan imbauan kepada mereka,” kata Laksamana Yudo Margono di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, pada Selasa, 13 September 2023.
Sebagaimana yang diketahui, sejumlah kelompok masyarakat di Pulau Rempang terlibat dalam bentrokan dengan polisi pada Kamis pekan lalu karena mereka menolak pengukuran lahan untuk proyek pembangunan Rempang Eco-City yang dikelola oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Pulau Rempang, yang memiliki luas sekitar 17.000 hektar, direncanakan menjadi kawasan ekonomi terintegrasi yang mencakup sektor industri, jasa, perdagangan, pemukiman, agro-pariwisata, serta pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).