María Corina Machado, pemimpin oposisi Venezuela dan penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2025, akhirnya tiba di Oslo pada Kamis setelah melarikan diri secara diam-diam dari Venezuela dengan menggunakan perahu. Ia menentang larangan bepergian selama satu dekade demi menerima penghargaan yang seharusnya menjadi momen bersejarah baginya.
Machado, 58 tahun, memang absen pada upacara penganugerahan Rabu lalu, namun ketua Komite Nobel Norwegia, Jørgen Watne Frydnes, memastikan bahwa ia tiba dengan selamat dan akan berkumpul kembali dengan keluarganya sebelum tampil di hadapan publik untuk pertama kalinya dalam hampir setahun.
Perjalanan Berbahaya Menuju Oslo
Menurut laporan The Wall Street Journal, Machado meninggalkan persembunyiannya pada Selasa dengan menumpang kapal dari pantai barat Venezuela menuju Curaçao, wilayah Karibia Belanda. Dari sana ia melanjutkan perjalanan dengan jet pribadi ke Norwegia.
Keberangkatannya berlangsung setelah lebih dari satu tahun bersembunyi, menyusul penahanannya yang singkat pada 9 Januari di sebuah aksi protes antipemerintah di Caracas. Dalam pesan audio yang dirilis Nobel Institute, Machado mengungkapkan bahwa banyak orang telah “mempertaruhkan nyawa” demi memastikan ia bisa mencapai Oslo.
Pada upacara penghargaan Nobel di Balai Kota Oslo, putrinya, Ana Corina Sosa, tampil mewakili sang ibu. Dengan suara bergetar, ia membacakan pidato yang ditulis Machado, di hadapan Presiden Argentina Javier Milei dan sejumlah pemimpin Amerika Latin lainnya.
“Penghargaan ini memiliki makna yang sangat dalam. Ia mengingatkan dunia bahwa demokrasi adalah fondasi perdamaian,” kata Sosa. “Apa yang dapat kami tawarkan sebagai bangsa adalah pelajaran dari perjalanan panjang dan berat: bahwa demokrasi hanya bisa diraih ketika kita berani memperjuangkan kebebasan.”
Simbol Demokrasi yang Kembali Menggema
Komite Nobel Norwegia memilih Machado pada Oktober lalu atas “dedikasi tanpa henti dalam memperjuangkan hak-hak demokratis rakyat Venezuela serta perjuangannya untuk mendorong transisi damai dari rezim otoriter menuju demokrasi.”
Meski ia memenangkan pemilihan pendahuluan oposisi, pemerintah Presiden Nicolás Maduro melarangnya ikut serta dalam pemilihan presiden Juli 2024. Edmundo González, diplomat pensiunan yang menggantikannya sebagai kandidat, kini hidup dalam pengasingan di Spanyol setelah pihak berwenang Venezuela mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya.
Sementara itu, Jaksa Agung Venezuela, Tarek William Saab, mengancam akan melabeli Machado sebagai “buronan” atas kepergiannya dari negara tersebut. Ia masih menghadapi tuduhan konspirasi dan terorisme. Namun di balik semua risiko itu, Machado akhirnya dapat bertemu kembali dengan ibunya, saudara perempuannya, dan ketiga anaknya di Oslo—mengakhiri hampir dua tahun perpisahan yang dipenuhi ketegangan.