JAKARTA – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menjalani operasi pengangkatan prostat pada Minggu (29/12) di fasilitas rumah sakit bawah tanah.
Netanyahu, yang kini berusia 75 tahun, menjalani prosedur tersebut di Rumah Sakit Hadassah, menyusul diagnosis infeksi saluran kemih akibat pembesaran prostat jinak yang didapatkan beberapa hari sebelumnya.
“Ia didiagnosis dengan infeksi saluran kemih akibat pembesaran prostat jinak,” kata kantor Netanyahu dalam pernyataan pada Sabtu (28/12).
Operasi dilakukan di fasilitas bawah tanah yang sepenuhnya terlindungi untuk mengantisipasi potensi serangan roket, terutama setelah serangan baru-baru ini oleh Houthi Yaman terhadap Israel.
Adapun, pemerintah Israel sendiri telah mengonfirmasi bahwa operasi tersebut berhasil tanpa komplikasi.
“Perdana menteri terbangun dari anestesi, kondisinya baik dan dia sepenuhnya sadar,” bunyi pernyataan resmi pada Minggu (29/12).
Kabarnya, Netanyahu kini dalam masa pemulihan di unit khusus rumah sakit, di mana ia akan berada di bawah pemantauan tim medis selama beberapa hari ke depan.
Masalahnya, prosedur tersebut dilakukan Netanyahu di tengah sejumlah krisis yang sedang melanda diinya, mulai dari perang di Gaza, kritik publik terkait kegagalannya mengamankan gencatan senjata dan pembebasan sandera, serta kasus korupsi domestik yang sedang dihadapinya.
Pengacaranya, Amit Hadad, mengonfirmasi kepada pengadilan bahwa Netanyahu akan dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, mendorong pembatalan jadwal kesaksiannya. Sementara itu, seorang pelaksana tugas perdana menteri mengambil alih perannya selama proses tersebut, meskipun identitasnya tidak disebutkan.
Sidang kasus korupsi Netanyahu telah berlangsung di Pengadilan Distrik Yerusalem sejak 2020. Namun, Netanyahu sering memberikan kesaksian dari bunker bawah tanah di Pengadilan Distrik Tel Aviv. Sebelumnya, ia juga menjalani operasi hernia pada Maret dan pemasangan alat pacu jantung pada Juli 2023.
Netanyahu menghadapi tekanan internasional setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapannya awal tahun ini atas dugaan kejahatan perang di Jalur Gaza.
Tuduhan tersebut mencakup penggunaan kekuatan tidak proporsional, penargetan fasilitas medis, serta penerapan hukuman kolektif terhadap warga Palestina, yang telah menyebabkan lebih dari 45.500 korban jiwa sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023.




