Amerika Serikat – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dihukum oleh hakim pengadilan New York untuk membayar denda sebesar US$ 355 juta (sekitar Rp 5,5 triliun) terkait tuduhan penipuan. Selain itu, Trump juga dilarang menjalankan perusahaan di negara bagian New York selama tiga tahun ke depan.
Putusan ini, seperti dilaporkan AFP pada Sabtu (17/2/2024), merupakan pukulan besar bagi kerajaan bisnis dan kondisi keuangan Trump. Dia dinyatakan bertanggung jawab atas tindakan penggelembungan kekayaan secara tidak sah dan manipulasi nilai properti untuk memperoleh pinjaman bank atau persyaratan asuransi yang menguntungkan.
Trump menuduh Presiden Joe Biden telah memanipulasi kasus ini untuk kepentingan politik, menyebutnya sebagai “senjata melawan lawan politik yang unggul dalam jajak pendapat”. Namun, dia berjanji untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
Meskipun tidak ada ancaman hukuman penjara karena kasus ini bersifat perdata, Trump menggambarkan larangan berbisnis di New York sebagai “hukuman mati untuk perusahaannya”.
Trump, yang juga menghadapi 91 dakwaan pidana dalam kasus lainnya, menggunakan masalah hukumnya untuk memobilisasi dukungan dari para pengikutnya dan menyerang calon lawannya dalam pilpres, Biden.
Namun, hakim Arthur Engoron, yang memimpin persidangan kasus ini, menyatakan bahwa hukuman finansial tersebut dibenarkan oleh perilaku Trump sendiri. Dia menekankan kurangnya penyesalan dari Trump dan kedua putranya yang menjadi tergugat.
Putusan pengadilan ini dianggap sebagai kemenangan bagi Jaksa Agung negara bagian New York, Letitia James, yang menggugat Trump dan kedua anaknya atas tuduhan penipuan. James menuntut ganti rugi sebesar US$ 370 juta untuk merampas keuntungan yang diperoleh Trump secara tidak sah dan meminta pengadilan melarang Trump melakukan bisnis di New York.
James menyatakan bahwa putusan tersebut adalah kemenangan bagi negara bagian, bangsa, dan semua orang yang percaya bahwa semua orang harus tunduk pada hukum yang sama, bahkan mantan presiden.
Trump, dalam tanggapannya, menegaskan akan mengajukan banding atas putusan tersebut, menuduh Biden menggunakan kasus ini untuk kepentingan politiknya.