JAKARTA – Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan kini masuk tahap percepatan dan ditargetkan tuntas pada tahun 2026.
DPR RI menegaskan, pembaruan UU Ketenagalistrikan ini penting untuk memastikan seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan akses listrik yang adil sekaligus mendukung agenda transisi energi nasional.
Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha, menyampaikan bahwa revisi undang-undang tersebut bukan hanya soal kepastian distribusi listrik, melainkan juga penegakan prinsip keadilan dalam pemanfaatannya.
“Insya Allah, paling lambat tahun 2026 revisi undang-undang ini sudah disahkan, dengan begitu, masyarakat tidak hanya mendapatkan kepastian akses listrik.”
“Tetapi juga keadilan dalam pemanfaatannya,” ujar Syarif dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (31/8/2025).
Menurutnya, revisi UU Ketenagalistrikan juga akan memuat kebijakan transformasi energi, termasuk integrasi energi terbarukan sebagai bagian dari peta jalan transisi energi yang telah dirancang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Pemerintah bersama stakeholder (pemangku kepentingan) sudah mempersiapkan roadmap (peta jalan). Misalnya target bauran energi terbarukan hingga tahun 2029,” jelasnya.
Fokus ke Akses Listrik Desa dan Wilayah 3T
Komisi XII DPR menegaskan perhatian khusus pada pemerataan akses listrik, terutama di desa dan kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Program listrik desa yang digulirkan PLN menjadi bagian penting agar tidak ada lagi daerah yang tertinggal dari sisi kelistrikan.
“PLN juga tengah melaksanakan program listrik desa sesuai dengan arahan Presiden. Agar 100 persen masyarakat mendapatkan akses listrik,” kata Syarif.
Subsidi Energi Harus Lebih Tepat Sasaran
Selain akses listrik, isu subsidi energi juga menjadi sorotan.
Menurut Syarif, regulasi baru nantinya harus memastikan subsidi listrik benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak.
“Jangan sampai subsidi justru dinikmati kelompok yang tidak berhak, melalui revisi undang-undang ini, kami ingin memastikan aturan turunannya lebih jelas dan tegas,” tegasnya.
UU Lama Sudah Tidak Relevan
Syarif menambahkan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 sudah berusia 15 tahun dan banyak pasalnya tidak lagi sesuai dengan kebutuhan energi masa kini.
Oleh karena itu, revisi menjadi langkah strategis untuk menyesuaikan dengan tantangan kemandirian energi, keadilan distribusi, hingga kesiapan menuju era energi bersih.
“Kami di DPR RI mengambil inisiatif untuk merevisinya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Khususnya dalam hal kemandirian energi, keadilan, dan persiapan menuju energi terbarukan,” ucapnya.***




